[JAKARTA] Partai Demokrat menghendaki figur yang mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai cawapres nanti, meskipun dari Partai Golkar, namun bukan Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar. Hal ini dimaksudkan agar presiden dan wapres mendatang bisa lebih fokus mengurus pemerintahan, tidak terpecah konsentrasinya dengan urusan parpol.
Ruhut SitompulDemikian diungkapkan anggota Tim Sembilan Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, kepada SP di Jakarta, Kamis (16/4). Tim Sembilan merupakan tim yang dibentuk untuk menyiapkan dan mengkoordinasi strategi Partai Demokrat menyongsong pilpres 8 Juli nanti. Tim itu pula yang ditugasi memberi penilaian terhadap parpol yang diajak berkoalisi serta kandidat cawapres, meskipun keputusan akhir ada di tangan SBY.
Tim Sembilan itu diketuai Hadi Utomo (Ketua Umum DPP Partai Demokrat), dengan anggota , yaitu Anas Urbaningrum, Hayono Isman, Andi Mallarangeng, Jero Wacik, Syarif Hassan, Marzuki Alie, Ruhut Sitompul, dan Yahya Sacawirya.
Lebih lanjut Ruhut menjelaskan, partainya tetap menginginkan Golkar sebagai koalisi, dan berharap salah satu kadernya menjadi cawapres mendampingi SBY. Namun, dia memastikan kader Golkar yang menjadi cawapres bukan ketua umum.
Disinggung apakah kriteria yang sama juga diterapkan untuk menteri di kabinet SBY kelak, dia mengatakan, kemungkinan ketua umum parpol menjadi menteri masih terbuka. "Tetapi sebaiknya ketua umum parpol juga jangan menjadi menteri," ujarnya.
Ketika ditanya siapa saja yang berpeluang mendampingi SBY, Ruhut mengungkapkan, sampai saat ini ada sejumlah nama yang muncul, seperti Akbar Tandjung, Agung Laksono, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Muladi. Selain itu, beberapa kalangan di Golkar juga mendorong Jusuf Kalla (JK) kembali mendampingi SBY. "Soal cawapres, biarlah SBY yang menentukan siapa yang senapas dengannya," kata Ruhut.
Pada kesempatan itu, dia berharap adanya pengertian dari parpol-parpol yang sudah merapat ke Demokrat, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), untuk merelakan posisi cawapres diisi kader Golkar. "Kita menginginkan pemerintahan yang kuat, didukung parlemen yang kuat pula. Kawan-kawan parpol lain mohon mengerti soal posisi cawapres ini," pintanya.
Syarat CawapresSementara itu, Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie menegaskan, cawapres yang akan mendampingi SBY haruslah orang yang sepaham, sejalan, sepikiran, dan satu semangat dengan SBY. Selain itu, orang yang akan mendampingi SBY haruslah orang yang memiliki loyalitas dan integritas.
"Syarat lainnya, orang yang tidak mendahului kebijakan-kebijakan SBY sebagai presiden. Artinya, jangan sampai sebuah kebijakan diambil dulu baru dilaporkan kepada SBY. Padahal yang diambil itu seharusnya merupakan kebijakan presiden," tegasnya.
Dia juga menegaskan, tidak boleh ada "matahari kembar" dalam kepemimpinan nasional mendatang. "Sistem presidensial harus sama-sama dihargai. Itu harus disepakati terlebih dahulu. Apakah yang menjadi cawapres JK atau bukan, tidak masalah," ujarnya.
Marzuki memastikan, figur yang dinilai memenuhi kriteria tersebut menjadi cawapres, akan ditentukan oleh SBY sendiri.
Sikap GolkarSecara terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Syamsul Muarif menilai, keinginan Partai Demokrat agar cawapres bagi SBY bukan ketua umum parpol, adalah sah. "Itu hak Partai Demokrat," katanya.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil survei internal, Golkar memiliki tujuh nama yang dinominasikan menjadi capres atau cawapres. "Berdasarkan realitas politik, Golkar paling mungkin maju di posisi cawapres saja," ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai juga menilai sah kriteria seperti itu. "Boleh-boleh saja kriteria seperti itu. Kita realistis bahwa perolehan suara Golkar tidak sesuai target, sehingga sulit mencalonkan capres sendiri," ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam rapimnas khusus 23 April nanti, apabila disepakati Golkar kembali berkoalisi dengan Demokrat, ada dua kemungkinan mekanisme pengajuan cawapres. "Golkar mengajukan satu nama yang disepakati di internal partai, atau Golkar mengajukan beberapa nama hasil survei internal untuk dipilih oleh capres dari Demokrat," katanya.
Disinggung kemungkinan munculnya aspirasi JK mundur dari kursi Ketua Umum Golkar agar bisa diajukan menjadi cawapres SBY, Yorrys menegaskan,
"Golkar tidak menginginkan ada preseden buruk. Dengan tingkat kedewasaan politik tinggi diupayakan menghindari kepentingan pragmatis. Keputusan final tetap ada di rapimnas khusus," jelasnya.
Yorrys menambahkan, pada Kamis malam, Golkar menggelar konsultasi nasional, yang dihadiri seluruh ketua DPD Golkar tingkat I. Rapat itu untuk menyamakan persepsi, menyikapi kondisi terkini pascapemilu legislatif.
"Dalam pertemuan strategis ini tidak ada keputusan apapun yang mengikat. Segala pembahasan konsultasi akan diteruskan ke tingkat II (rapat pimpinan daerah) lalu ke rapimnas khusus 23 April mendatang," ungkapnya.