Pidato SBY Soal Century Antiklimaks
DPR Didesak Mengajukan Hak Menyatakan Pendapat
Suara Pembaruan, Jumat, 05 Maret 2010
[JAKARTA] Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi kesimpulan dan rekomendasi DPR terkait kasus Bank Century dianggap antiklimaks. Substansi pidatonya dinilai justru mengeliminasi hasil kerja Pansus Hak Angket Kasus Century mengenai adanya indikasi pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang dalam penetapan kebijakan bailout Century senilai Rp 6,7 triliun.
Untuk itu, jika semangat pidato SBY yang justru mengedepankan kebenaran sepihak itu dianggap tidak sejalan dengan rekomendasi DPR, bisa menjadi pintu masuk bagi para wakil rakyat untuk menggunakan hak menyatakan pendapat, yang ujungnya bisa mengarah pada pemakzulan pejabat yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus Century, dalam hal ini Wapres Boediono.
Demikian pandangan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, Koordinator Kompak, Fadjroel Rahman, mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Nathan Setiabudi, pakar hukum dan politik Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul Fitri, dan pakar hukum tata negara Refly Harun, secara terpisah, Jumat (5/3).
Menurut Ray Rangkuti, pidato Presiden pada Kamis (4/3) malam, tak lebih argumentasi untuk menyelamatkan diri. “Presiden mendahulukan penjelasan penyelamatan dirinya yang tidak menerima sepeser pun dana Bank Century, daripada mengapresiasi hasil kerja Pansus Hak Angket dan Sidang Paripurna DPR yang menyatakan kebijakan bailout Century bermasalah,” ujar Ray.
Dia menambahkan, pidato SBY secara keseluruhan amat dangkal, karena apa yang diargumentasikan telah dibantah selama dua bulan oleh proses penyelidikan Pansus Hak Angket DPR. “SBY juga terlalu banyak menggurui tentang etika, sopan santun, dan adab berdemokrasi. Ketaatan berdemokrasi hancur justru karena sikap SBY yang sama sekali tak memperlihatkan kemauan untuk tunduk pada hasil paripurna DPR, misalnya menyatakan untuk mempertimbangkan pemunduran Boediono dan Sri Mulyani. Ini berpotensi memicu gerakan-gerakan politik masyarakat,” ujar Ray.
Setidaknya, ada tiga hal dari pidato SBY yang harus dicermati. Pertama, pembelaan Presiden bahwa tidak ada aliran dana Century ke parpol dan capres/cawapres diyakini masih menyisakan pertanyaan besar di masyarakat. Apalagi, Presiden sama sekali tidak menyinggung perlunya audit forensik oleh pihak independen.
Kedua, pidato Presiden dianggap berseberangan dengan sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan ada dugaan pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelamatan Century.
Ketiga, penegasan Presiden bahwa rekomendasi DPR soal kasus Century tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan, dinilai sebagai sikap yang tidak apresiatif terhadap hasil kerja Pansus.
Menafikan FaktaSenada dengan itu, Fadjroel Rahman menilai, pidato SBY yang sarat pujian terhadap Boediono dan Sri Mulyani Indrawati, tak akan mudah meyakinkan rakyat, dan justru menafikan fakta yang terungkap dalam penyelidikan Pansus Century.
Hasil paripurna DPR, lanjutnya, seharusnya menjadi sinyal bagi Presiden untuk lebih mendengarkan suara rakyat yang telah direpresentasikan dari hasil akhir keputusan DPR terhadap kasus Bank Century.
Terkait dengan itu, dia meminta Boediono dan Sri Mulyani berjiwa besar dengan mengundurkan diri dari jabatan, daripada terus menjadi beban bagi pemerintahan SBY, bahkan memicu ketidakstabilan politik.
“Jika tidak ada kesadaran, saya menyarankan anggota DPR mengajukan hak menyatakan pendapat agar pemakzulan Boediono dapat diproses Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Fadjroel.
Sedangkan, Nathan Setiabudi menilai, penegasan SBY bahwa kebijakan bailout Century sudah benar dan sesuai UU, tidak sejalan dengan pendapat rakyat, yang menganggap ada indikasi pelanggaran. “SBY dipilih langsung oleh rakyat lebih dari 60 persen. Tetapi, pernyataannya semalam menunjukkan dia belum mengakomodasi aspirasi pemilihnya. Ini sangat bertolak belakang,” katanya.
Menurut Nathan, Presiden seharusnya menghormati keputusan sidang Paripurna yang menyatakan kebijakan bailout terindikasi menyimpang. “Anggota Dewan yang memilih opsi C (kebijakan bailout bermasalah) jangan berpuas diri dan kehilangan momentum untuk mengawal skandal tersebut sampai tuntas,” pintanya.