www.paguyubanpulukadang.forumotion.net
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
www.paguyubanpulukadang.forumotion.net


 
IndeksIndeks  PortalPortal  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  
Pencarian
 
 

Display results as :
 
Rechercher Advanced Search
Latest topics
» Kudeta Hancurkan Bangsa
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyTue Oct 19, 2010 3:27 pm by Admin

» SBY Bertemu 7 Pimpinan Lembaga Negara di MPR
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Oct 18, 2010 3:18 pm by Admin

» Urbanisasi Tak Terbendung, Jabodetabek Makin Kumuh
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyThu Oct 14, 2010 3:26 pm by Admin

» HALAL BIL HALAL 1431H KERUKUNAN KELUARGA BESAR JATON JAKARTA ( KKBJJ )
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Oct 11, 2010 9:25 am by Admin

» HALAL BIL HALAL 1431 H PKBP JABODETABEK
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Oct 11, 2010 9:23 am by Admin

» Yang Kami Tolak Bukan Kristen, Tapi Kristenisasi
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyThu Sep 23, 2010 6:32 pm by Admin

» 5,4 Juta Komuter Serbu DKI Jakarta Setiap Hari
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyThu Sep 23, 2010 6:29 pm by Admin

» Gila! Al Quran Jadi Dibakar di Amerika
Suspensi di BEI Berlanjut EmptySun Sep 19, 2010 3:49 pm by Admin

» PROJECT BLUE BEAM
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Sep 13, 2010 5:55 pm by Admin

» Demokrasi Belum Wujudkan Kesejahteraan dan Keadilan
Suspensi di BEI Berlanjut EmptySun Aug 15, 2010 7:21 pm by Admin

» Potret Kemiskinan Indonesia 69% Pekerja Ada di Sektor Informal
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Aug 06, 2010 2:17 pm by Admin

» Mengenal Lebih Dekat Hepatitis
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyWed Jul 28, 2010 11:39 pm by Admin

» Alasan Sesungguhnya Mengapa AS Menyerang Iraq
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyTue Jul 20, 2010 11:04 am by Admin

» AS Rahasiakan Obat Kanker dari Buah Sirsak
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyTue Jul 20, 2010 9:18 am by Admin

» Politik Anggaran, Prorakyat atau Birokrat?
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Jul 19, 2010 5:52 pm by Admin

» Bingung Pastikan Arah Kiblat? Klik Qibla Locator
Suspensi di BEI Berlanjut EmptySun Jul 18, 2010 8:10 am by Admin

» Inilah Kisah Ilyas dalam Injil Barnabas
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Jul 02, 2010 10:03 pm by Admin

» Pasar Taruhan Jagokan Brasil
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Jul 02, 2010 3:17 pm by Admin

» Jepang Lawan Paraguay di 16 Besar
Suspensi di BEI Berlanjut EmptySat Jun 26, 2010 3:46 pm by Admin

» Sinyal Alquran tentang Bintang Runtuh di Pusat Galaksi
Suspensi di BEI Berlanjut EmptyMon Jun 21, 2010 12:04 pm by Admin

Navigation
 Portal
 Indeks
 Anggota
 Profil
 FAQ
 Pencarian

 

 Suspensi di BEI Berlanjut

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:29 pm

Suspensi di BEI Berlanjut

Suspensi di BEI Berlanjut 10bursab Suspensi di BEI Berlanjut 1010graf


SP/Luher Ulag

Pialang menunggu transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (10/10) pagi. Transaksi sesi I BEI, ditiadakan karena situasi bursa global yang tidak kondusif, ditandai dengan penurunan tajam indeks bursa-bursa utama dunia pada penutupan Kamis (9/10).

[JAKARTA] Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk tetap menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham di lantai bursa pada perdagangan, Jumat (10/10). Padahal, dalam jumpa pers seusai rapat koordinasi dengan seluruh otoritas pasar modal dan perbankan, Kamis (9/10), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan suspensi perdagangan saham di BEI dicabut dan bursa kembali dibuka Jumat (10/10).

"Kami memutuskan untuk tetap mensuspensi perdagangan saham untuk sesi I hari ini, setelah melihat perkembangan bursa global dan regional yang turun cukup dalam. Hal ini, kami lakukan agar tidak terjadi kepanikan berkelanjutan di pasar saham," kata Direktur Utama BEI, Erry Firmansyah, di Jakarta, Jumat (10/10).

Menurut dia, keputusan untuk tetap memberlakukan suspensi perdagangan di lantai bursa pada Jumat pagi, dilakukan seiring sentimen negatif bursa regional yang turun tajam pada perdagangan sesi pagi ini, mengikuti penurunan Bursa Wall Street pada penutupan perdagangan Kamis (9/10).

Dampak krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang terus meluas ke Eropa, membuat pelaku pasar semakin menjauhi Bursa Wall Street, sehingga indeks Dow Jones terkoreksi tajam hingga 678,91 poin atau 7,33 persen ke posisi 8.579,19. Penurunan tersebut membuat indeks Dow Jones menyentuh level terendah dalam lima tahun terakhir.

Dalam pengumuman kepada bursa, pihak BEI menjelaskan bahwa keputusan untuk tetap memberlakukan suspensi perdagangan saham di lantai bursa sudah dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Departemen Keuangan (Depkeu).

Belum Pasti

Sementara itu, Direktur Perdagangan, Penelitian dan Pengembangan Usaha BEI, MS Sembiring mengatakan, terkait dengan berlanjutnya suspensi perdagangan saham, pihaknya akan kembali melakukan rapat hari ini dengan anggota bursa untuk membahas perkembangan situasi pasar saham global. "Untuk sementara, suspensi perdagangan kami berlakukan di sesi I. Sedangkan mengenai sesi II, kami memantau perkembangan bursa regional dan meminta masukan dari anggota bursa," kata Sembiring.

Sementara itu, lantai perdagangan BEI sudah diisi sejumlah pialang yang sehari sebelumnya telah mendengar pengumuman perdagangan saham akan kembali dibuka. Sebagian pialang bahkan terlihat tidak percaya dan tetap memilih berada di lantai bursa, walaupun BEI telah mengumumkan akan tetap melanjutkan suspensi perdagangan saham di sesi I. Pasalnya, pengumuman dari otoritas bursa baru dilakukan sesaat sebelum waktu perdagangan saham sesi I dimulai pada pukul 09.30 WIB.

Mengenai suspensi perdagangan saham yang kembali dilakukan BEI, sejumlah analis menilai hal itu memang sebaiknya dilakukan karena fluktuasi bursa global akibat guncangan krisis keuangan di AS dan Eropa.

Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Budi Ruseno mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan otoritas bursa untuk tetap menghentikan perdagangan saham di BEI pada Jumat pagi.

"Memang sebaiknya bursa ditutup karena kondisi bursa global yang tidak kondusif. Apalagi ini perdagangan akhir pekan," kata Budi.

Menanggapi kembali ditutupnya perdagangan saham, pialang dari Kresna Securities, Fauzan Fadat mengatakan, sangat melegakan. Sebab, perdagangan bursa saham global memburuk. Tetapi di sisi lain, hal itu membuat banyak portofolio pelaku pasar belum selesai transaksinya. Meski demikian, dia mengharapkan, BEI mau membuka perdagangan sesi II, Jumat (10/10).

Hingga berita ini diturunkan pukul 11.10 WIB, jajaran direksi BEI bersama Ketua Bapepam-LK, Fuad Rahmani masih melakukan pertemuan dengan anggota bursa. Mengenai sesi kedua perdagangan efek hari ini belum bisa dipastikan apakah kembali dihentikan sementara atau tidak. [RRS/J-9]
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:30 pm

Terburuk di Wall Street


Terburuk di Wall Street

[NEW YORK] Indeks Dow Jones di Bursa Saham Wall Street (NYSE), New York, pada penutupan perdagangan Kamis (9/10) anjlok 678,91 poin menjadi 8.579,19 (lebih dari 7 persen). Ini merupakan level terendah sejak 2003, sekaligus memasuki sejarah terburuk Wall Street.

Kerugian yang dialami pada perdagangan Kamis, mencapai US$ 872 miliar, atau lebih besar dari paket bailout Pemerintah AS senilai US$ 700 miliar.

Ironisnya, kejatuhan itu terjadi bersamaan waktunya dengan tepat setahun Dow Jones mencapai posisi tertinggi. Sebagai informasi, pada 9 Oktober 2007, Dow menembus level 14.164,53. Dengan demikian, indeks terpangkas 5.585 poin (39,4 persen) dari rekor tertinggi setahun lalu.

Kondisi ini pun membawa krisis finansial di Amerika Serikat semakin dalam. Jika di awal pekan indeks Dow Jones masih berada pada kisaran 10.000, pada penutupan perdagangan berada di bawah level 9.000. Persentase penurunan selama tujuh hari sebesar 20,9 persen, adalah yang terbesar sejak terjadinya hal serupa pada perdagangan yang ditutup pada 16 Oktober 1997.

Sedangkan indeks FT-SE di Bursa Saham London terkoreksi 100 poin atau 1,24 persen, indeks CAC-40 di Bursa Saham Prancis turun 1,55 persen dan indeks DAX di Bursa Saham Jerman tergerus 2,53 persen.

Sementara di Asia, Nikkei turun 11 persen. Saham Mizuho Financial Group Inc, turun 9,6 persen setelah pertumbuhan penyaluran pinjaman bank-bank di Jepang melemah.

Di bagian lain saham Neptune Orient Lines, Ltd, perusahaan pengangkutan peti kemas terbesar di Asia Tenggara anjlok 11 persen setelah Goldman Sachs Group Inc mengurangi target harga mereka. BHP Biliton Ltd pun turun 7,2 persen, menyusul turunnya harga minyak mentah ke level terendah pada tahun ini. [AP/Rtr/AFP/E-4]
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:33 pm

Kejatuhan Wall Street dan Kapitalisme Baru

Suspensi di BEI Berlanjut 10wimtan


Oleh Pemimpin Umum "SP" Wim Tangkilisan

Ambruknya Wall Street dan krisis finansial yang mengguncang ekonomi dunia akibat krisis subprime mortgage di AS mengingatkan semua pendukung free market economy untuk berpikir ulang. Bahwa ekonomi pasar bebas yang tidak disertai transparansi, kejujuran, akuntabilitas, dan tanggung jawab akan berujung pada kebangkrutan.

Tapi, menyimpulkan bahwa kehancuran krisis ini adalah sinyal untuk kembali ke ekonomi terpusat, ekonomi komando, atau ekonomi dengan peran sangat dominan negara, adalah suatu kekeliruan. Sejarah berbagai negara maju menunjukkan ekonomi pasar bebas mampu mengantarkan rakyatnya lebih cepat meraih kemakmuran dan kesejahteraan dibanding negara-negara yang terlalu mengandalkan peran negara dalam perekonomian.

Bangkrutnya perusahaan finansial di AS yang menyeret dunia ke dalam krisis finansial serius lebih disebabkan oleh kerakusan para pebisnis dan profesional di pasar finansial. Perusahaan finansial di Wall Street dihuni segerombolan orang yang hanya berusaha meraih keuntungan, apa pun caranya, termasuk rekayasa keuangan, demi menggapai gaji dan bonus besar. Kerakusan itu bertumbuh subur karena kevakuman hukum dan minimnya pengawasan.

Perusahaan finansial seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch, Morgan Stanley, Citigroup, Bear Stearn, Fannie Mae, Freddie Mac, American International Group (AIG), UBS AG, HSBC Holdings, Bank of America, Credit Suisse, dan sebagainya didera kerugian dan bangkrut karena mengabaikan good governance atau tata kelola yang baik. Dengan keahlian finansial, mereka melakukan rekayasa finansial dan menggelembungkan aset lewat berbagai jenis sekuritasasi dan produk derivatif.

Kritik terbesar kepada sistem ekonomi pasar yang diterapkan AS adalah terlalu besarnya deregulasi untuk meliberalisasi sektor keuangan. Para pejabat pemerintah dan bank sentral yang menjadi fundamentalis pasar bebas sangat yakin bahwa ekonomi akan berjalan mantap, memberikan keuntungan optimal kepada semua pihak, jika campur tangan pemerintah semakin minim. Perusahaan finansial boleh menghimpun dana dengan menerbitkan produk apa saja, juga jual-beli perusahaan, dan sebagainya tanpa disertai pengawasan memadai.

Sudah Diramalkan

George Soros, investor portofolio paling jempolan dalam buku terbarunya, The New Paradigm for Financial Markets, mengakui, ekonomi AS dan sebagian negara yang menerapkan free market economy telah terjebak ke dalam 'superbubble financial'. Nilai aset yang disekuritisasi berlipat-lipat lebih tinggi dari nilai underlying asset atau nilai aset produk yang menjadi basis derivatif.

Gelembung finansial, kata legenda pasar uang itu, sudah terjadi sejak 25 tahun silam. Perusahaan finansial terus melipatgandakan aset semu lewat sekuritisasi aset dan berbagai rekayasa keuangan. Investor yang pernah menggegerkan dunia ketika mengalahkan Bank of England dan pound, 15 September 1992 itu mengakui dirinya selalu menghindari derivatif karena produk itu tidak dimengertinya. Ia menyebut produk derivatif sebagai bom hidrogen.

Superinvestor, Warren Buffet, menyebut perdagangan derivatif sebagai senjata pembunuh massal. Sejak lima tahun silam, ia sudah melihat betapa dahsyatnya potensi mematikan dari produk yang awalnya dirancang sebagai sarana hedging guna mencegah pemodal dan pengusaha dari risiko kerugian.

Produk derivatif sudah sangat meluas. Yang disekuritisasi bukan hanya subprime mortgage atau kredit perumahan kepada debitor menengah bawah, melainkan juga semua komoditas, mulai dari migas, pertambangan, perkebunan, hingga pangan.

Nilai produk derivatif saat ini sudah mencapai US$ 531 triliun, meningkat dari US$ 106 triliun. Ketika nilai aset finansial ini merosot mengikuti nilai underlying asset yang sudah lebih dahulu terkikis, utang mereka justru melonjak. Kondisi inilai yang membuat perusahaan finansial kini bertumbangan dan terpaksa diambil alih pemerintah untuk mencegah domino effect yang bisa meluluhlantakkan ekonomi AS.

Nama besar Allan Greenspan, ketua dewan gubernur bank sentral AS tahun 1987-2006, kini disebut-sebut sebagai tokoh di balik berkembang biaknya produk derivatif yang menelan banyak korban itu. Saat produk derivatif dibahas dengan serius bersama Kongres, mantan ketua The Federal Rerserve (Fed) itu menolak regulasi yang lebih ketat. "Suatu kesalahan besar jika kita membuat regulasi yang lebih ketat atas kontrak," kata penulis buku The Age of Turbulance itu.

Sebagai pendukung pasar bebas sejati, Allan Greenspan tidak setuju dengan regulasi yang terlampau ketat karena bisa mematikan kreativitas pelaku bisnis. Ia berpendapat, derivatif adalah instrumen yang sangat besar manfaatnya untuk mengalihkan risiko dari pihak yang tidak mampu kepada mereka yang berani mengambil risiko. Saat ini, ketika derivatif jelas-jelas menjadi prahara yang mengharu-biru sektor finansial AS dan dunia, ekonom yang piawai memainkan klarinet itu tetap teguh pada pendiriannya.

Penyebab utama hancurnya derivatif, demikian Allan Greenspan, bukanlah kontrak yang gagal, melainkan karena karakusan dan merosotnya moralitas para pelaku pasar. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan finansial dan ambruknya Wall Street adalah hukuman dari pasar. Tapi, begitu banyak pendapat yang menyatakan bahwa andaikan sebagai ketua dewan gubernur bank sentral ia memutuskan lain, masalah derivatif takkan segawat sekarang.

Krisis keuangan saat ini sangat gawat. Pada perdagangan di New York Stock Exchange Kamis (9/10), Indeks Dow Jones terkikis 7,3% menjadi 8.579. Jika tidak ditangani dengan tepat, krisis finansial ini akan berubah menjadi resesi berkepanjangan. Tidak tertutup kemungkinan Great Depression 1929 yang dampaknya terjadi hingga 1939, akan terulang kembali.

Intervensi Pemerintah AS

Sudah banyak dana yang diguyur Pemerintah AS. Setelah pekan silam Kongres menyetujui bailout bank investasi senilai US$ 700 miliar, kini Pemerintah AS merencanakan proposal baru untuk menyelamatkan bank komersial. Diam-diam, ternyata, banyak bank di AS yang mengalami kredit bermasalah dan terjebak pada perdagangan surat berharga yang sudah merosot jauh nilainya.

Tak seorang pun mampu memperkirakan seberapa dalam krisis keuangan di AS. Ketertutupan informasi membuat perusahaan finansial yang sudah sekarat pun tidak langsung diketahui umum sebagai perusahaan yang bermasalah. Hanya sesama kalangan pelaku pasar finansial yang bisa merasakan adanya ketidakberesen.

Itu sebabnya, setelah dana penyelamatan US$ 700 miliar disetujui Kongres, Indeks Dow Jones tetap saja terjungkal. Repotnya, jika bailout ini tidak segera mampu membalikkan keadaan, akankah dana penyelamatan terus diguyur? Adakah batasnya?

Sejak 1980, kata Soros, setidaknya AS telah dipukul lima krisis finansial dan setiap krisis itu, Pemerintah AS mengintervensi untuk menyelamatkan pasar keuangan. Tahun ini, sebelum paket bail out US$ 700 miliar, Pemerintah AS telah menyelamatkan sejumlah perusahaan, di antaranya Bear Stearn, Fannie Mae dan Freddie Mac, AIG, dan JP Morgan Chase.

Kita bisa memahami protes sebagian anggota Kongres terhadap rencana bailout. Karena para pelaku bisnis di Wall Street hidup dengan gaji selangit, sementara bail out diambil dari APBN yang adalah uang rakyat, termasuk rakyat miskin yang tidak bisa mencicil rumah. Pendapatan mereka sekitar US$ 100 juta hingga US$ 500 juta setahun. Ada CEO hedgefund yang meraup pendapatan di atas US$ 1 miliar setahun. Dari mana pendapatan sebesar ini kalau bukan dari penggelembungan.

Sudah menjadi keyakinan Pemerintah AS dan pelaku pasar bahwa tanpa intervensi pemerintah, sektor finansial AS -perusahaan sekuritas, bank komersial, asuransi, multifinance-akan hancur. Keambrukan ini akan langsung memukul perusahaan publik. Semua perusahaan akan kesulitan likuiditas dan pada gilirannya sektor riil tidak bisa berkembang. Saat ini saja, sebagian besar perusahaan sudah kesulitan likuiditas, tidak bisa menyerap tenaga kerja baru, bahkan mulai melakukan PHK.

Meski belum sepenuhnya masuk kriteria resesi karena laju pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2008 masih sebesar 2,8%, tanda-tanda ke arah sana sudah cukup jelas. Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi sudah terasa seperti terlihat pada angka pengangguran per Agustus lalu yang sudah mencapai 9,4 juta atau 4,6% dari angkatan kerja. Begitu pula laju inflasi yang sudah mencapai 4,1% atau jauh di atas laju pertumbuhan ekonomi.

Kedigdayaan ekonomi AS memang sedang mendapat ujian keras. Negeri berpenduduk 305 juta dengan produk domestik bruto (PDB) US$ 14.300 triliun ini didera defisit ganda. Selain defisit anggaran belanja yang pada tahun 2008 diprediksi mencapai US$ 389 triliun, AS mengalami defisit transaksi berjalan US$ 193 triliun selama Januari-Juli 2008. Penyebab utama defisit current account adalah defisit perdagangan yang mencapai US$ 420 triliun pada periode sama.

Dengan impor senilai US$ 2.346 triliun 2007, ekonomi AS masih cukup besar pengaruhnya terhadap ekonomi dunia. Turunnya daya beli masyarakat AS akan menurunkan juga ekspor berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam beberapa kuartal akan datang, dampak krisis AS terhadap Indonesia akan lebih besar lagi karena permintaan negara lain terhadap produk Indonesia juga menurun.

AS juga negara pengutang terbesar di dunia. Pada akhir September 2008, total utangnya mencapai US$ 10.224 triliun, di antaranya US$ 4.280 triliun utang pemerintah. Ditambah inflasi tinggi dan twin-deficit, utang yang besar dan laju pertumbuhan ekonomi yang melambat, dolar AS belakangan ini mulai merosot terhadap mata uang kuat dunia.

Kapitalisme Baru
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:35 pm

Kejatuhan Wall Street dan Kapitalisme Baru

Suspensi di BEI Berlanjut 10wimtan


Oleh Pemimpin Umum "SP" Wim Tangkilisan

Ambruknya Wall Street dan krisis finansial yang mengguncang ekonomi dunia akibat krisis subprime mortgage di AS mengingatkan semua pendukung free market economy untuk berpikir ulang. Bahwa ekonomi pasar bebas yang tidak disertai transparansi, kejujuran, akuntabilitas, dan tanggung jawab akan berujung pada kebangkrutan.

Tapi, menyimpulkan bahwa kehancuran krisis ini adalah sinyal untuk kembali ke ekonomi terpusat, ekonomi komando, atau ekonomi dengan peran sangat dominan negara, adalah suatu kekeliruan. Sejarah berbagai negara maju menunjukkan ekonomi pasar bebas mampu mengantarkan rakyatnya lebih cepat meraih kemakmuran dan kesejahteraan dibanding negara-negara yang terlalu mengandalkan peran negara dalam perekonomian.

Bangkrutnya perusahaan finansial di AS yang menyeret dunia ke dalam krisis finansial serius lebih disebabkan oleh kerakusan para pebisnis dan profesional di pasar finansial. Perusahaan finansial di Wall Street dihuni segerombolan orang yang hanya berusaha meraih keuntungan, apa pun caranya, termasuk rekayasa keuangan, demi menggapai gaji dan bonus besar. Kerakusan itu bertumbuh subur karena kevakuman hukum dan minimnya pengawasan.

Perusahaan finansial seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch, Morgan Stanley, Citigroup, Bear Stearn, Fannie Mae, Freddie Mac, American International Group (AIG), UBS AG, HSBC Holdings, Bank of America, Credit Suisse, dan sebagainya didera kerugian dan bangkrut karena mengabaikan good governance atau tata kelola yang baik. Dengan keahlian finansial, mereka melakukan rekayasa finansial dan menggelembungkan aset lewat berbagai jenis sekuritasasi dan produk derivatif.

Kritik terbesar kepada sistem ekonomi pasar yang diterapkan AS adalah terlalu besarnya deregulasi untuk meliberalisasi sektor keuangan. Para pejabat pemerintah dan bank sentral yang menjadi fundamentalis pasar bebas sangat yakin bahwa ekonomi akan berjalan mantap, memberikan keuntungan optimal kepada semua pihak, jika campur tangan pemerintah semakin minim. Perusahaan finansial boleh menghimpun dana dengan menerbitkan produk apa saja, juga jual-beli perusahaan, dan sebagainya tanpa disertai pengawasan memadai.

Sudah Diramalkan

George Soros, investor portofolio paling jempolan dalam buku terbarunya, The New Paradigm for Financial Markets, mengakui, ekonomi AS dan sebagian negara yang menerapkan free market economy telah terjebak ke dalam 'superbubble financial'. Nilai aset yang disekuritisasi berlipat-lipat lebih tinggi dari nilai underlying asset atau nilai aset produk yang menjadi basis derivatif.

Gelembung finansial, kata legenda pasar uang itu, sudah terjadi sejak 25 tahun silam. Perusahaan finansial terus melipatgandakan aset semu lewat sekuritisasi aset dan berbagai rekayasa keuangan. Investor yang pernah menggegerkan dunia ketika mengalahkan Bank of England dan pound, 15 September 1992 itu mengakui dirinya selalu menghindari derivatif karena produk itu tidak dimengertinya. Ia menyebut produk derivatif sebagai bom hidrogen.

Superinvestor, Warren Buffet, menyebut perdagangan derivatif sebagai senjata pembunuh massal. Sejak lima tahun silam, ia sudah melihat betapa dahsyatnya potensi mematikan dari produk yang awalnya dirancang sebagai sarana hedging guna mencegah pemodal dan pengusaha dari risiko kerugian.

Produk derivatif sudah sangat meluas. Yang disekuritisasi bukan hanya subprime mortgage atau kredit perumahan kepada debitor menengah bawah, melainkan juga semua komoditas, mulai dari migas, pertambangan, perkebunan, hingga pangan.

Nilai produk derivatif saat ini sudah mencapai US$ 531 triliun, meningkat dari US$ 106 triliun. Ketika nilai aset finansial ini merosot mengikuti nilai underlying asset yang sudah lebih dahulu terkikis, utang mereka justru melonjak. Kondisi inilai yang membuat perusahaan finansial kini bertumbangan dan terpaksa diambil alih pemerintah untuk mencegah domino effect yang bisa meluluhlantakkan ekonomi AS.

Nama besar Allan Greenspan, ketua dewan gubernur bank sentral AS tahun 1987-2006, kini disebut-sebut sebagai tokoh di balik berkembang biaknya produk derivatif yang menelan banyak korban itu. Saat produk derivatif dibahas dengan serius bersama Kongres, mantan ketua The Federal Rerserve (Fed) itu menolak regulasi yang lebih ketat. "Suatu kesalahan besar jika kita membuat regulasi yang lebih ketat atas kontrak," kata penulis buku The Age of Turbulance itu.

Sebagai pendukung pasar bebas sejati, Allan Greenspan tidak setuju dengan regulasi yang terlampau ketat karena bisa mematikan kreativitas pelaku bisnis. Ia berpendapat, derivatif adalah instrumen yang sangat besar manfaatnya untuk mengalihkan risiko dari pihak yang tidak mampu kepada mereka yang berani mengambil risiko. Saat ini, ketika derivatif jelas-jelas menjadi prahara yang mengharu-biru sektor finansial AS dan dunia, ekonom yang piawai memainkan klarinet itu tetap teguh pada pendiriannya.

Penyebab utama hancurnya derivatif, demikian Allan Greenspan, bukanlah kontrak yang gagal, melainkan karena karakusan dan merosotnya moralitas para pelaku pasar. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan finansial dan ambruknya Wall Street adalah hukuman dari pasar. Tapi, begitu banyak pendapat yang menyatakan bahwa andaikan sebagai ketua dewan gubernur bank sentral ia memutuskan lain, masalah derivatif takkan segawat sekarang.

Krisis keuangan saat ini sangat gawat. Pada perdagangan di New York Stock Exchange Kamis (9/10), Indeks Dow Jones terkikis 7,3% menjadi 8.579. Jika tidak ditangani dengan tepat, krisis finansial ini akan berubah menjadi resesi berkepanjangan. Tidak tertutup kemungkinan Great Depression 1929 yang dampaknya terjadi hingga 1939, akan terulang kembali.

Intervensi Pemerintah AS

Sudah banyak dana yang diguyur Pemerintah AS. Setelah pekan silam Kongres menyetujui bailout bank investasi senilai US$ 700 miliar, kini Pemerintah AS merencanakan proposal baru untuk menyelamatkan bank komersial. Diam-diam, ternyata, banyak bank di AS yang mengalami kredit bermasalah dan terjebak pada perdagangan surat berharga yang sudah merosot jauh nilainya.

Tak seorang pun mampu memperkirakan seberapa dalam krisis keuangan di AS. Ketertutupan informasi membuat perusahaan finansial yang sudah sekarat pun tidak langsung diketahui umum sebagai perusahaan yang bermasalah. Hanya sesama kalangan pelaku pasar finansial yang bisa merasakan adanya ketidakberesen.

Itu sebabnya, setelah dana penyelamatan US$ 700 miliar disetujui Kongres, Indeks Dow Jones tetap saja terjungkal. Repotnya, jika bailout ini tidak segera mampu membalikkan keadaan, akankah dana penyelamatan terus diguyur? Adakah batasnya?

Sejak 1980, kata Soros, setidaknya AS telah dipukul lima krisis finansial dan setiap krisis itu, Pemerintah AS mengintervensi untuk menyelamatkan pasar keuangan. Tahun ini, sebelum paket bail out US$ 700 miliar, Pemerintah AS telah menyelamatkan sejumlah perusahaan, di antaranya Bear Stearn, Fannie Mae dan Freddie Mac, AIG, dan JP Morgan Chase.

Kita bisa memahami protes sebagian anggota Kongres terhadap rencana bailout. Karena para pelaku bisnis di Wall Street hidup dengan gaji selangit, sementara bail out diambil dari APBN yang adalah uang rakyat, termasuk rakyat miskin yang tidak bisa mencicil rumah. Pendapatan mereka sekitar US$ 100 juta hingga US$ 500 juta setahun. Ada CEO hedgefund yang meraup pendapatan di atas US$ 1 miliar setahun. Dari mana pendapatan sebesar ini kalau bukan dari penggelembungan.

Sudah menjadi keyakinan Pemerintah AS dan pelaku pasar bahwa tanpa intervensi pemerintah, sektor finansial AS -perusahaan sekuritas, bank komersial, asuransi, multifinance-akan hancur. Keambrukan ini akan langsung memukul perusahaan publik. Semua perusahaan akan kesulitan likuiditas dan pada gilirannya sektor riil tidak bisa berkembang. Saat ini saja, sebagian besar perusahaan sudah kesulitan likuiditas, tidak bisa menyerap tenaga kerja baru, bahkan mulai melakukan PHK.

Meski belum sepenuhnya masuk kriteria resesi karena laju pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2008 masih sebesar 2,8%, tanda-tanda ke arah sana sudah cukup jelas. Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi sudah terasa seperti terlihat pada angka pengangguran per Agustus lalu yang sudah mencapai 9,4 juta atau 4,6% dari angkatan kerja. Begitu pula laju inflasi yang sudah mencapai 4,1% atau jauh di atas laju pertumbuhan ekonomi.

Kedigdayaan ekonomi AS memang sedang mendapat ujian keras. Negeri berpenduduk 305 juta dengan produk domestik bruto (PDB) US$ 14.300 triliun ini didera defisit ganda. Selain defisit anggaran belanja yang pada tahun 2008 diprediksi mencapai US$ 389 triliun, AS mengalami defisit transaksi berjalan US$ 193 triliun selama Januari-Juli 2008. Penyebab utama defisit current account adalah defisit perdagangan yang mencapai US$ 420 triliun pada periode sama.

Dengan impor senilai US$ 2.346 triliun 2007, ekonomi AS masih cukup besar pengaruhnya terhadap ekonomi dunia. Turunnya daya beli masyarakat AS akan menurunkan juga ekspor berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam beberapa kuartal akan datang, dampak krisis AS terhadap Indonesia akan lebih besar lagi karena permintaan negara lain terhadap produk Indonesia juga menurun.

AS juga negara pengutang terbesar di dunia. Pada akhir September 2008, total utangnya mencapai US$ 10.224 triliun, di antaranya US$ 4.280 triliun utang pemerintah. Ditambah inflasi tinggi dan twin-deficit, utang yang besar dan laju pertumbuhan ekonomi yang melambat, dolar AS belakangan ini mulai merosot terhadap mata uang kuat dunia.

Kapitalisme Baru
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:35 pm

Kapitalisme Baru

Dalam buku baru yang diluncurkan setelah lengser dari pimpinan The Fed, The Age of Turbulance, Allan Greenspan mengemukakan sejumlah kondisi memprihatinkan yang bila tidak diatasi dengan tepat akan menyeret dunia ke dalam kehancuran. Selain bahaya global warming dan climate change, aksi terorisme, kecenderungan meningkatnya proteksionisme yang mengancam pasar bebas, ia juga menyoroti khusus bahaya gelembung finansial yang menyebabkan pasar saham yang bergerak tidak menentu.

Sebagai ketua dewan gubernur bank sentral AS, Allan Greenspan kerap berhadapan dengan tuntutan Wall Street untuk menurunkan suku bunga. Tidak jauh beda dengan tuntutan serupa yang kini dihadapi Ben Bernanke. Allan Greenspan pernah menurunkan bunga The Fed hingga satu persen pertengahan 2003 untuk mendongkrak Wall Street.

Dari berbagai pengalamannya, ia berkesimpulan, "Kita tidak pernah tahu kapan antusiasme berlebihan menaikkan harga saham dan sampai batas manakah. Begitu pula, kita tidak pernah tahu kapan antusiasme bertukar ke rasa takut berlebihan menghancurkan harga saham. Setelah dilanda kepanikan, kita juga tidak tahu kapan rasa takut berlebihan itu berakhir."

Krisis finansial global yang dipicu ambruknya Wall Street membeberkan dengan kasat mata bahwa menyerahkan sepenuhnya aktivitas ekonomi pada pasar bebas tidak cukup. Seperti kata Joseph Stigliz, pasar tidak bisa bekerja sempurna. Pasar yang sempurna mengandaikan adanya informasi sama dan lengkap yang serentak bisa diakses dan diterima oleh semua pelaku.

Ketika faktor ini tidak berjalan sempurna, apalagi ada informasi yang memang sengaja disembunyikan dan dipalsukan, pasar bebas pun tidak bisa berjalan sempurna. Itulah yang sudah terjadi dengan Wall Street dan perusahaan besar di AS, juga di belahan bumi lain.

Pada pengujung 2001, dunia dikejutkan oleh kasus manipulasi laporan keuangan Enron, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang gas alam, listrik, kertas, dan komunikasi. Raksasa yang mengaku meraih laba US$ 101 miliar tahun 2000 berdasarkan hasil audit Arthur Andersen itu bangkrut dan memohon perlindungan Chapter 11.

Ekonomi pasar bebas yang didorong oleh semangat kapitalis murni hanya mengejar keuntungan bagi pemegang saham. Tidak peduli dengan masyarakat dan lingkungan. Ajaran ini mendorong pelaku ekonomi menghalalkan segala cara demi laba besar.

Tapi, meninggalkan sama sekali pasar bebas dan semangat kapitalis serta kembali memeluk ekonomi terpusat hanya membuat ekonomi dunia mundur dan bisa menuju kehancuran. Allan Greenspan menjelaskan, setelah Tembok Berlin roboh, perkembangan ekonomi Jerman Timur berkembang lebih cepat, setidaknya dilihat dari kenaikan PDB per kapita dan gaya hidup sehari-hari. Kesejahteran rakyat Rusia setelah runtuhnya Uni Soviet juga meningkat tajam. Begitu pula Polandia dan negara-negara Eropa Timur. Eropa Barat, Amerika, dan Jepang memiliki kesejahteraan yang lebih baik karena menganut ekonomi pasar bebas.

RRT di bawah PM Deng Xiaoping mereformasikan ekonominya dan menjalankan pasar bebas terukur. RRT mengundang pemodal asing dan membuka pasar domestiknya. Intervensi pemerintah tetap dilakukan dalam banyak hal seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan industri strategis, proteksi terhadap produksi dalam negeri, dan mata uang yang dipatok.

Pasar Bebas

Pasar bebas, demikian Allan Greenspan, unggul dalam meningkatkan kesejahteraan karena kebebasan dan hak asasi setiap individu yang dijamin. Pasar bebas menjamin hak cipta setiap individu dan perusahaan. Kondisi ini sangat efektif dalam merangsang inovasi, kompetisi, keberanian mengambil risiko, efsisiensi, produktivitas, dan mengundang masuk pemodal asing. Ditopang sistem politik demokratis dan hukum yang ketat, pemodal akan mendapat keyakinan untuk menanamkan dananya lebih banyak.

Tapi, pasar bebas akan kebablasan dan hanya menguntungkan segelintir orang serta memicu krisis ekonomi seperti yang sering terjadi jika tidak ada tangan pemerintah yang cukup kuat. Tangan pemerintah itu ditunjukkan oleh sistem hukum yang solid yang mengatur semua aktivitas bisnis dengan rinci, penegakan hukum yang tidak pandang bulu, dan wasit yang adil.

Joseph Sigliz, peraih nobel tahun 2001, sangat berkesan dengan perkembangan ekonomi sejumlah negara Asia seperti Korsel, Taiwan, dan kini RRT, bahkan juga Malaysia. Negara-negara itu menganut pasar bebas, tapi pemerintah berperan aktif dalam menciptakan fondasi ekonomi dan memberikan arah. Korsel kini mampu menjadi raja 'chips' karena pemerintahnya memberikan dorongan dan arah yang jelas sejak awal.

Yang tidak sehat bagi perekonomian adalah peran pemerintah yang terlampau dominan hingga mematikan kreativitas swasta. Sektor usaha yang sudah bisa dijalankan swasta dan bukan industri strategis yang menyangkut kepentingan strategi keamanan negara, boleh diserahkan kepada swasta. Nasionalisasi adalah hal yang tabu dan hanya boleh dilakukan pada saat darurat dengan alasan yang bisa diterima pihak swasta seperti yang terjadi di AS saat ini.

Jauh lebih penting dari itu adalah peran pemerintah untuk memastikan bahwa ekonomi berjalan fair. Tidak ada monopoli. Tidak ada korupsi dan kolusi. Tidak ada pihak tertentu yang menderita dan menjadi korban eksploitasi pihak lain yang menangguk keuntungan berlimpah. Wall Street adalah contoh kapitalisme yang menghisap.

Karena itu, para pemimpin negara belakangan ini tidak mau terjebak dalam kedua ekstrem. Pendulum kebijakan ekonomi mereka cenderung bergerak di antara dua ekstrem sesuai kondisi masyarakat dan negaranya.

Patricia Aburdene dalam bukunya, Megatrends 2010, mengakui bahwa kapitalisme yang menjadi dasar ekonomi pasar bebas tetap relevan asalkan dilakukan perbaikan. Mengutip Allan Greenspan, ia mengatakan, kapitalisme memiliki dua sisi, yakni trust dan kemakmuran di satu sisi serta keserakahan dan penghancuran di pihak lain. Trust dan kemakmuran adalah nilai penting dan merupakan perjuangan semua pihak. Sedangkan keserakahan dan kehancuran adalah dua hal yang belakangan menjadi sasaran kritik masyarakat seperti kasus Wall Street.

Karena itu, Patricia menawarkan conscious capitalism, sebuah kesadaran baru manusia dalam menerapkan kapitalisme guna meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjaga kelestarian alam. Aktivitas bisnis bukan hanya untuk kepentingan shareholder, tapi juga stakeholder. Karena itu, operasional perusahaan tidak cukup hanya mengejar keuntungan bagi pemegang saham dan kesejahteraan karyawan, tapi juga memberikan manfaat yang terus bertambah kepada konsumen, masyarakat, dan negara.

Kapitalisme baru menekan 'Tiga P' yakni profit, people, dan planet. Operasional perusahaan menerapkan dengan konsisten good corporate governance, yakni fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Untuk lingkungan masyarakat dan alam, perusahaan wajib menjalankan corporate social responsibility. Lebih dari itu, kata Patricia, perusahaan harus dijalankan oleh orang-orang yang memiliki spiritualitas. Hanya para CEO dan profesional yang memiliki spiritualitas yang baik, tragedi Wall Street yang terus terjadi akibat keserakahan manusia, tidak terulang lagi. *
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut EmptyFri Oct 10, 2008 3:37 pm

Negara G-8 Diminta Atasi Krisis Keuangan

Suspensi di BEI Berlanjut 1010wall


AP/Richard Drew

Salah seorang pialang di Bursa Saham New York, Justin Bohan, memegang kepalanya sambil melihat monitor pergerakan saham di lantai bursa tersebut, Kamis (9/10).

[WASHINGTON] Dua pemimpin Partai Demokrat di Kongres Amerika Serikat (AS), mendesak Presiden AS George W Bush, Kamis (9/10), untuk menyelenggarakan pertemuan para pemimpin G-8, dalam upaya menyelesaikan krisis keuangan.

Dalam pernyataan bersama, Ketua DPR, Nancy Pelosi dan pemimpin mayoritas Senat AS, Harry Reid mengatakan, rakyat AS dan masyarakat dunia tengah menunggu kepemimpinan AS. Mereka menyerukan digelarnya pertemuan darurat kepala negara G-8 untuk mengatasi berlanjutnya ketidakstabilan pasar keuangan dunia.

Keduanya menegaskan, banyak yang harus dilakukan untuk menunjukkan upaya terpadu internasional menghadapi krisis ekonomi global, lebih daripada pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral AS dan Eropa. "Hal itu akan mengirimkan sinyal kuat bahwa pemimpin dunia mengakui beratnya krisis dan bahwa mereka berkomitmen untuk mengambil langkah tegas dan terpadu untuk mengatasinya," tegas keduanya.

"Kita telah bertindak secara nasional dan sekarang untuk mempromosikan keamanan ekonomi lebih luas, kita harus bertindak secara global," tambah mereka. Bush direncanakan bakal memberikan pernyataannya, Jumat (10/10), untuk meringankan kepanikan di pasar keuangan dan publik, setelah jatuhnya harga saham AS ke tingkat terendah sejak lima tahun terakhir. [AFP/B-14]
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
Sponsored content





Suspensi di BEI Berlanjut Empty
PostSubyek: Re: Suspensi di BEI Berlanjut   Suspensi di BEI Berlanjut Empty

Kembali Ke Atas Go down
 
Suspensi di BEI Berlanjut
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Perang Sengit Terus Berlanjut
» Paket Penyelematan Tak Efektif, Krisis AS Terus Berlanjut,kata Ihsan Mojo

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
www.paguyubanpulukadang.forumotion.net :: Tampilan Portal :: Multy News-
Navigasi: