Kalau ada parpol yang masih "ngotot" menetapkan besaran persentase syarat pengajuan capres dan cawapres pada angka yang membatasi jumlah calon, sebaiknya UUD 1945 diamendemen lagi saja. (Direktur Cetro, Hadar Gumay)
[JAKARTA] Usulan pemerintah agar parpol yang memperoleh 15% kursi di DPR dapat mengajukan capres merupakan syarat paling moderat, yang memungkinkan munculnya empat hingga lima pasangan capres pada Pilpres 2009.
Dengan begitu, peluang munculnya idola baru (rising star) makin besar dan rakyat berkesempatan memilih calon-calon alternatif yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas kemimpinan yang mumpuni untuk membawa bangsa ini lolos dari belitan krisis berkepanjangan.
Untuk itu, parpol besar terutama PDI-P dan Golkar yang mengusung syarat dukungan hingga 30% kursi di DPR, diminta tidak egois dan arogan dengan terus-menerus memaksakan kehendaknya.
Pemaksaan syarat dukungan yang besar itu bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UUD 45, yang memberikan peluang munculnya banyak capres dan ca- wapres.
Demikian rangkuman pendapat sejumlah pengamat politik yang dihimpun SP, Minggu (19/10) dan Senin (20/10), berkaitan dengan ketatnya tarik-menarik kepentingan dalam pembahasan RUU Pilpres di Pansus DPR.
Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar Gumay mengatakan, sistem pemilu presiden sudah diatur dalam UUD 1945, yakni harus minimal dua putaran dengan jumlah calon yang tak bisa dibatasi dan dengan pencapaian kemenangan di 50 persen plus satu di 20 persen wilayah provinsi di Indonesia. Dengan demikian, calon terpilih akan punya legitimasi kuat untuk membentuk pemerintahan yang kuat.
"Untuk mendapatkan calon pemimpin yang kuat dan legitimasi, konstitusi mengatur pemilu presiden dilaksanakan dua putaran dengan jumlah pasangan calon yang lebih demokratis (tak dibatasi). Dan jika diatur besaran persentase syarat dukungan capres dan cawapres dalam RUU Pilpres, maka angka ideal yang setara dengan konstitusi adalah mensyaratkan capres dan cawapres harus oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh 15 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional," tegasnya.
Persempit Demokrasi
Menurut Hadar, argumentasi yang mensyaratkan pencalonan presiden dan wapres harus oleh parpol atau gabungan parpol yang meraih 25-30 persen kursi di DPR adalah ingin mempersempit ruang gerak demokrasi, tak sejalan dengan semangat konstitusi yang justru menuju ke sistem terbuka, membangun sistem demokrasi yang lebih baik.
"Argumentasi bahwa dengan syarat 30 persen bisa memperkuat sistem pemerintahan presidensial hanya dibuat-buat, hanya akal-akalan. Argumentasi sial ini sudah selesai ketika mengamendemen UUD 1945. Plus minusnya sudah selesai dibicarakan, sehingga apa yang diatur konstitusi bahwa capres dan cawapres harus lebih banyak dengan pemilu dua putaran, mestinya kita konsisten terhadap semangat ini," tandasnya.
Hadar mengaku kecewa pada pemerintah yang tak ngotot mempertahankan syarat 15 persen kursi atau 20 persen suara, padahal syarat ini adalah amanat konstitusi, amanat rakyat.
Ia menambahkan, kalau ada parpol yang masih ngotot menetapkan besaran persentase syarat pengajuan capres dan cawapres pada angka yang membatasi jumlah calon (angka 25-30 persen kursi), sebaiknya UUD 1945 diamendemen lagi saja. "Kita buat saja sistem pemilu presiden dengan sistem mayoritas atau pluralitas, sehingga tak perlu diakal-akalin lagi seperti sekarang dalam perdebatan syarat pengajuan capres dan cawapres di RUU Pilpres," tegasnya seraya meminta parpol besar agar tidak bersikap egois dan arogan.
Senada dengan Hadar, pengamat pengamat politik Yudhi Latief mengatakan, RUU Pilpres sebenarnya tak harus membatasi syarat pengajuan capres-cawapres karena konstitusi juga tak membatasinya.
"Konstitusi mengamanatkan semua parpol peserta pemilu berhak mengajukan capres dan cawapres, jadi kalau ada pembatasan tentu bertentangan dengan konstitusi," katanya.
15 Persen Cukup Moderat
Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris mengatakan, usul pemerintah yang 15 persen itu cukup moderat. Jika usul itu diikuti maka capres dan cawapres yang muncul bisa tiga atau empat bahkan mungkin lima. Namun jika usul PDI-P dan Partai Golkar yang mengajukan usul 25-30 persen, maka pasangan yang muncul mungkin hanya dua saja.
Memang dengan hanya dua pasangan calon akan terjadi efisiensi karena Pilpres 2009 cukup hanya satu putaran saja. Tapi risikonya rakyat tidak memiliki calon alternatif. Rakyat akan kecewa dan jika tidak senang dengan calon yang tampil maka jumlah golput atau orang yang tidak memberikan suaranya akan semakin banyak. Oleh karena itu, hendaknya syaratnya jangan terlalu tinggi, semuanya demi kepentingan bangsa dan rakyat.
Dr M Mas'ud Said dari FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berpendapat, persentase penetapan capres dalam RUU Pilpres sebesar 30 persen yang diusulkan partai besar dan 15 persen yang diusulkan partai kecil diakui sebagai problematik tarik-ulur yang sulit diperoleh titik temu dalam waktu yang cepat.
Harus ada kedewasaan dalam berpolitik antarparpol, sehingga rakyat tidak dirugikan hanya karena rebutan kursi dewan untuk kemudian bertarung di Pilpres 2009.
"Mesti ada solusi ideal normatif yang bisa diambil, namun pada umumnya di lembaga legislatif lebih mengutamakan solusi pragmatis. Tetapi saya kira, jalan tengah mesti diambil, misalnya perolehan kursi minimal harus 20 persen, dengan perhitungan jika optimistis partai besar gagal meraih suara mayoritas, maka koalisi parpol dapat memajukan maksimal lima pasang capres-cawapres pada Pilpres 2009," katanya. [ASR/A-21/070/M-5/J-11]