Sekarang negara yang memberi rasa aman yang akan menarik deposan. Makanya, Singapura segera menerapkan kebijakan yang sama dengan Hong Kong karena menyadari persaingan memperebutkan likuiditas.
(Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono)Rupiah dan IHSG Runtuh
[JAKARTA] Pemerintah kembali diminta untuk menerapkan kebijakan penjaminan penuh simpanan masyarakat di bank (blanket guarantee). Hal itu, selain untuk memberi rasa aman kepada nasabah, juga untuk mengantisipasi persaingan antarnegara dalam memperebutkan likuiditas.
"Langkah ini (penerapan blanket guarantee) bukan hanya untuk memberi rasa aman bagi deposan, melainkan juga mengantisipasi persaingan dalam memperebutkan likuiditas dengan negara-negara pesaing Indonesia," ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Swasta Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, di Jakarta, Kamis (23/10).
Dia tidak menampik langkah pemerintah sudah cukup antisipatif dalam menghadapi krisis keuangan yang semakin memperparah kekeringan likuiditas sektor perbankan nasional. Kebijakan menurunkan giro wajib minimum (GWM) dan menaikkan nilai jaminan simpanan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar per rekening, menunjukkan pemerintah menyadari bahwa kekeringan likuiditas perbankan harus diantisipasi.
Masalahnya, lanjut Sigit, Indonesia kini berhadapan dengan persaingan memperebutkan likuiditas dengan negara-negara lain. Saat ini, lanjutnya, Pemerintah Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia telah menjamin 100 persen simpanan masyarakat. Singapura, misalnya, terang-terangan mengakui kebijakan penjaminan seluruh dana masyarakat, karena Hong Kong, yang dianggap sebagai negara pesaing, terlebih dulu menerapkannya.
"Sekarang negara yang memberi rasa aman yang akan menarik deposan. Makanya, Singapura segera menerapkan kebijakan yang sama dengan Hong Kong karena menyadari adanya persaingan memperebutkan likuiditas," ujar Sigit.
Dia menegaskan, pemerintah tidak perlu berargumentasi soal angka pertumbuhan ekonomi atau indikator ekonomi makro Indonesia yang masih baik, untuk meyakinkan pemodal bahwa Indonesia tidak sedang menghadapi krisis. Sebab, tak dapat dimungkiri bahwa data statistik menunjukkan perbankan nasional menghadapi kekeringan likuiditas.
"Apa yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik, tapi akan lebih sempurna lagi dengan menerapkan kebijakan yang dapat memberi rasa aman bagi deposan, sehing- ga mereka tidak mengalih- kan dananya ke negara lain," pintanya.
Sigit juga tidak menampik, bahwa penjaminan 100 persen akan menimbulkan konsekuensi biaya. "Tetapi, rasa aman akan membuat deposan bertahan. Dan hal itu akan berimbas pada likuiditas perbankan yang terjaga, sehingga kita tidak perlu khawatir dengan ancaman capital outflow (arus dana keluar)," ujar mantan Dirut Bank BNI tersebut.
BI Buka Peluang
Sebelumnya, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menuturkan, BI membuka peluang bersama-sama pemerintah memutuskan penjaminan dana simpanan pihak ketiga hingga 100 persen. Untuk itu, BI akan mengkaji keamanan batas atas penjaminan simpanan yang kini mencapai Rp 2 miliar, mengingat terdapat kekhawatiran beralihnya dana simpanan di perbankan domestik ke negara tetangga, seperti Australia, Singapura, dan Malaysia, yang terlebih dahulu menjamin penuh simpanan di bank.
"Beberapa hari ini, kami mendengar beberapa masukan dari bankir, pakar, dan asosiasi perbankan yang menginginkan peningkatan hingga penjaminan menyeluruh (blanket guarantee)," ujar Halim menjawab SP, seusai penutupan seminar Edukasi Finansial Internasional yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan BI, di Nusa Dua, Bali, Rabu (22/10).
Namun, katanya, dalam pengambilan keputusan tersebut, pemerintah dan BI masih mempertimbangkan perkembangan pasar global dan mengukur keamanan bagi simpanan nasabah, apakah tepat jika menjamin seluruh simpanan di bank. Sebab, dari sisi jumlah dana, nilai batas atas penjaminan simpanan yang ditingkatkan hingga maksimal Rp 2 miliar per rekening itu, telah menjangkau dua pertiga total dana nasabah perbankan nasional, yang per Agustus lalu mencapai Rp 1.528 triliun.
Dari sisi jumlah rekening, nilai penjaminan yang berlaku sekarang ini, telah mencakup 99 persen dari total rekening perbankan secara nasional. Sisa satu persen rekening yang belum terjamin merupakan simpanan di atas Rp 2 miliar, yang nilai keseluruhannya mencapai Rp 600 triliun. Pemilik rekening tersebut didominasi korporasi, yayasan, dana pensiun, serta sejumlah individu.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ketika diminta tanggapannya menyangkut desakan agar pemerintah menerapkan blanket guarantee, hanya tersenyum, dan kembali tidak bersedia menjawab.
IHSG dan Rupiah Anjlok
Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Kamis (23/10) kembali melemah, terkena imbas sentimen negatif bursa global. Saham-saham komoditas dan perbankan mengalami tekanan jual cukup tinggi, sehingga mengalami penurunan harga antara 7 persen dan 9 persen. Hal itu, memicu penurunan IHSG.
Pada penutupan perdagangan sesi I, IHSG tercatat turun 51,293 poin (3,72 persen) ke level 1.328,450 dari posisi 1.379,743 pada penutupan perdagangan Rabu (22/10).
Mata uang rupiah terhadap dolar juga melemah pada sesi pagi ini. Hingga pukul 10.00 WIB, rupiah melemah 0,51 persen dari Rp 9.845 menjadi Rp 9.895 per dolar AS.
Indeks Nikkei di Bursa Tokyo Indeks Nikkei-225 turun 478,95 poin menjadi 8.195,74. Sebelumnya, Indeks Dow Jones di Bursa Wall Street, New York, ditutup melemah 514,45 ke posisi 8.519,21 pada perdagangan Rabu. [RRS/J-9]