Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Perjalanan Mengantarkan Sang Syuhada Hingga Liang Lahat Mon Nov 10, 2008 8:53 am | |
| Perjalanan Mengantarkan Sang Syuhada Hingga Liang Lahat "Wajahnya seperti anak kecil yang baru saja dapat permen. Seperti bayi yang baru saja dimandikan bidan," katanya. Lebih lanjut Khairul mengatakan, "Wajahnya begitu bahagia dan bersih. Bibirnya tampak senyum." Warga Serang sejak pagi tadi memadati Pemakaman Kampung Lopang Gede, Serang, Banten. Hal ini menyusul disiarkannya berita eksekusi mati pada pria asal kota ini, Imam Samudera. Imam bersama Amrozi dan Ali Ghufron, yang dituduh sebagai pelaku bom bali I dieksekusi Ahad dini hari di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah (9/11).
Menurut Syafrison, warga Lopang Gede, jenazah Imam Samudera tiba di Serang dengan menggunakan helikopter polisi yang mendarat di Mapolda Banten. Selanjutnya, jenazah sempat dibawa ke rumah istri Imam Samudera yang berada di daerah Cinanggung. Baru kemudian, dengan menggunakan mobil ambulan, jenazah dibawa ke Masjid Al Manar yang berada di dekat rumah orangtua Imam Samudera, Embay Badriyah.
"Masjid berkapasitas 500 orang itu, tidak mampu menampung warga yang ingin ikut menyolatkan. Makanya, sholat jenazah dilakukan sampai empat kali," kata Syafrison kepada Hidayatullah.com.
Usai disholatkan, jenazah dibawa ke lokasi penguburan yang berada 300 meter dari Masjid Al Manar. Warga yang ingin menyaksikan prosesi pemakaman Imam Samudera telah berdesak-desakan. Sayangnya, satuan polisi yang berjumlah 500 personil telah berjaga-jaga di sekitar makam. Jadi, tak hanya warga yang tak bisa melihat langsung prosesi pemakaman, wartawan pun hanya bisa menyaksikan dari jarak sekitar 10 meter.
Sambutan Takbir Suasana makam menjadi riuh saat jenazah tiba di pintu makam. "Allahu akbar, Allahu akbar," teriak warga menyambut kedatangan jasad Imam Samudera. Di antara mereka ada yang meneteskan air mata. Berkali-kali lantunan takbir itu diteriakkan. Sebagian lainnya, melantunkan tahlil, Laa Ilaha Illallah. Jenazah Imam, diusung di dalam keranda besi berwarna hijau dan ditutupi oleh kain warna hitam bertuliskan kalimat Thayyibah.
Ketegangan mulai terasa saat perlahan keranda berisi jenazah pemilik nama lain Abu Umar ini masuk lokasi pemakaman. Seluruh warga berlomba ingin ikut mengangkat keranda. Untungnya, sebagian warga segera membuat pagar betis. Namun, untuk membawa keranda ke lubang makam ternyata tak mudah. Pria-pria yang membawa keranda itu harus berdesakan dengan warga. Hidayatullah.com yang berada di samping keranda saat diusung menuju makam, juga ikut berdesak-desakan. Saat dorong-dorongan itu, telintas penulis membayangkan jamaah haji di Makkah yang berdesak-desakan hendak melempar jumrah. Butuh tenaga dan fisik yang kuat untuk menahan arus manusia.
Suasana demikian haru, saat jasad Imam Samudera diletakkan dalam tanah. Teriakan takbir kembali menggelegar di sekeliling lubang kubur. Bahkan, pelayat yang rata-rata menggunakan gamis dan pakaian khas Afhanistan mengeluarkan ucapan yang berjanji akan meneruskan perjuangan Imam Samudera. "Demi Allah, kematian Imam Samudera akan melahirkan ribuan mujahid yang akan meneruskan cita-cita perjuangannya," teriak salah satu pelayat.
Usai dimakamkan, secara bergantian pelayat melaksanakan sholat Ghaib di depan makam Imam Samudera. Menurut Munir, wartawan yang meliput pemakaman, sholat itu dilaksanakan sebanyak tujuh kali.
Khoirul Anwar, kakak Imam Samudera yang turut memasukan jenazah ke liang lahat begitu terpukau saat melihat sang adik terakhir kali.
"Wajahnya seperti anak kecil yang baru saja dapat permen. Seperti bayi yang baru saja dimandikan bidan," katanya. Lebih lanjut Khairul mengatakan, "Wajahnya begitu bahagia dan bersih. Bibirnya tampak senyum."
Yang lebih aneh lagi adalah pengakuan adik Imam Samudra, Lulu Jamaluddin. "Jenazah kakak wangi sekali waktu dikeluarkan dari peti. Seperti minyak wangi yang sering dipakainya," ujar Lulu Jamaluddin dikutip inilah.com, di rumah duka, Lopang Gede, Serang
Tentang darah segar yang mengalir dari salah satu bagian tubuhnya, Khairul menjawab, "Memang darah Syuhada tak pernah kering," ujarnya. Sampai sore ini, palayat tak henti berdatangan dan mengalir sejak pagi hari. (Hidayatullah) Pukul 10.30 WIB : Jenazah Imam Samudra dimakamkan. Pukul 15.20 WIB : Jenazah Amrozi dan Muklas dimakamkan bersebelahan. [ihsan/dari berbagai sumber/suara-islam] Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Para Mujahid itu Telah Berpulang Pukul 00.15 wib hari Ahad (9/11) dinihari, tim eksekutor menembakkan masing-masing satu peluru tepat ke dada Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudra. Sesaat kemudian, tim dokter yang mengiringi proses eksekusi tersebut menyatakan ketiganya telah meninggal dunia. Para mujahid yang pernah berjihad di Afganistan, Poso dan Ambon ini telah berpulang ke rahmatullah.
Menurut kesaksian Lulu Jamaludin, adik kandung Imam Samudera yang turut memakamkan jenazah kakaknya mengaku sempat melihat wajah sang kakak yang tampak bersih dan tersenyum. "Wajah kakak ganteng banget, senyum, bersih, gemuk, Subhanallah," ujarnya.
Lulu pun menuturkan, saat jenazah kakaknya baru tiba di Polda Banten dan hendak dikeluarkan dari peti tercium bau wangi semerbak yang berasal dari tubuh jenazah kakaknya tersebut.
Sementara itu, satu jam sebelum kedatangan jenazah Amrozi dan Muklas, warga yang memadati area sekitar tempat tinggal kedua kakak-beradik itu di Desa Tenggulun, Solokuro, Lamongan melihat tiga burung berbulu hitam yang melayang-layang di udara. Istri dari Ali Ghufron, Paridah Abbas menambahkan, dia melihat langit membentuk kalimat Allah saat ketiga burung tersebut datang.
Kepastian dieksekusinya ketiga terpidana mati Bom Bali I ini didapat dari pernyataan pers yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung RI pada Ahad (9/11) pagi. Pihak Kejagung pun menyampaikan kronologis eksekusi mati tersebut yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kejaksaan Agung M Jasman.
Berikut kronologi lengkapnya: Sabtu (8/11) pukul 23.15 WIB : Petugas kejaksaan, polisi selaku eksekuteor, ulama dari MUI Cilacap yang mendampingi dan tim dokter menjemput Amrozi, Muklas alias Ali Ghufron dan Imam Samudra dari ruang isolasi LP Batu Nusakambangan ke Lembah Nirbaya 2 kilometer arah selatan LP Batu.
Minggu (9/11) pukul 00.15 WIB : Ketiga terpidana dieksekusi dengan cara ditembak oleh tim regu tembak dari Brimob Polri disaksikan oleh Jaksa, para ulama dan tim dokter. Eksekusi dilakukan tanpa diikat dan ditutup matanya sesuai permintaan ketiga terpidana.
Pukul 00.30 WIB : Tim dokter memeriksa ketiga dan menyatakan mereka telah meninggal dunia setelah dada sebelah kiri tepat di jantung tertembus satu butir timah panas.
Pukul 01.00 WIB : Ketiga jenazah dibawa ke poliklinik Nusakambangan untuk diotopsi. Ketiganya dimandikan dan dikafani oleh pihak keluarga (Ali Fauzi). Otopsi yang dilakukan kabarnya hanya untuk menjahit luka tembak.
Pukul 04.00 WIB : Ketiga jenazah disholatkan yang dipimpin oleh ulama setempat di Masjid LP Batu Nusakambangan.
Pukul 05.45 WIB : Ketiga jenazah diserahterimakan oleh Jaksa ke pilot Helikopter untuk diserahkan ke ke pihak keluarga.
Pukul 06.00 WIB : Helikopter I Polri yang membawa jenazah Imam Samudra diterbangkan ke serang Banten. Helikoper II dan III yang membawa masing-masing jenazah Amrozi dan Muklas alias Ali Ghufron ke Lamongan Jawa Timur.
Pukul 08.30 WIB : Helikopter I yang membawa jenazah Imam Samudra tiba di Mapolda Banten Jawa Barat.
Pukul 08.55 WIB : Helikopter II dan III tiba di helipad di lapangan Bulubrangsi, Laren yang berjarak sekitar 7 km dari Desa Tenggulun, Solokuro, Lamongan, Jawa Timur.
Pukul 10.30 WIB : Jenazah Imam Samudra dimakamkan.
Pukul 15.20 WIB : Jenazah Amrozi dan Muklas dimakamkan bersebelahan. [ihsan/dari berbagai sumber/suara-islam] Foto : berbagai sumber | |
|