Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Reformasi Tidak Pernah Berhenti Tue Nov 25, 2008 3:23 pm | |
| Reformasi Tidak Pernah Berhenti etika era globalisasi menerpa kehidupan seluruh bangsa, sekat antarbangsa pun menjadi hilang. Seluruh bangsa memasuki dunia baru yang penuh tantangan. Informasi dan gaya hidup pun mengglobal. Globalisasi masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat di dunia ini.
Namun, ada bangsa yang mampu menyerap hal positif dari globalisasi, tetapi tak sedikit pula yang tidak mampu membentengi diri dari gempuran globalisasi. Akibatnya, bukan hal positif yang diper- oleh, malah hal-hal negatif yang mempengaruhi kehidupan bangsa itu.
Bangsa Indonesia masuk dalam kategori tidak mampu menyerap hal positif dari globalisasi. Kerja keras dan kerja cerdas yang merupakan ciri khas globalisasi tidak diadopsi. Bangsa Indonesia juistru mengadopsi budaya konsumtif, demokrasi yang kebablasan, serta pornoaksi dan pornografi.
Karena itu, peradaban baru bangsa ini perlu dibangun. Peradaban yang positif yang mempertahankan warisan positif budaya bangsa dan meninggalkan tradisi, seperti mistis dan budaya feodal.
Terkait kondisi itu, Partai Amanat Nasional (PAN) memasukkan pikiran tentang arah peradaban bangsa Indonesia dalam kerangka jangka panjang partai ini.
PAN, melalui Ketua Umum Soetrisno Bachir, menilai jangan sampai Indonesia tersekat-sekat karena agama dan suku. Tetapi, yang diperlukan adalah penguat dalam membangun peradaban baru Indonesia.
"Budaya positif seperti gotong royong itu harus dikembangkan. Budaya lama harus dibenturkan dengan budaya baru sehingga terjadi sintesis budaya," tutur Soetrisno saat berkunjung ke SP.
Soetrisno sebagai Ketua Umum PAN menilai budaya global yang menawarkan kemajuan, kemudahan, kenyamanan, serta gengsi yang dianggap lebih, dengan cepat diadopsi menjadi dambaan baru masyarakat. Terjadi lompatan orientasi masyarakat dari orientasi harmoni ke orientasi materi. Akibatnya, terjadi guncangan budaya. Dengan budaya nrimo dan memasrahkan jiwa raga pada pemimpin, masyarakat tidak terlatih memperjuangkan kepentingan sendiri yang bersifat materi.
Berbagai kalangan masyarakat mulai berlomba mengakumulasi simbol keberhasilan materi dengan berbagai cara. Lembaga publik yang seharusnya didedikasikan buat melayani masyarakat, banyak yang dibelokkan untuk kepentingan pribadi.
Alhasil, korupsi pun terus meningkat walau upaya mencegah korupsi sudah dilakukan. Selain itu, birokrasi juga belum efektif membantu masyarakat untuk maju, tetapi lebih sibuk mengurus hal-hal formalitas dan menangani program-program yang normatif.
Politik juga belum sepenuhnya didedikasikan untuk memperjuangkan kepentingan umum, serta cenderung menjadi alat kekuasaan. Dunia akademis dan media yang diharapkan berperan dalam menjaga nilai bangsa, tidak jarang terseret oleh kepentingan praktis perseorangan di belakangnya.
"Baik-buruknya ekonomi, baik-buruknya kehidupan sosial masyarakat, sistem media, dan sistem pendidikan, bercerminlah pada sistem politik dan pemerintahan. Kalau mau tahu baik-buruknya sistem pemerintahan dan politik, bercerminlah pada sistem budayanya," kata Soetrisno.
Partai yang mengukuhkan diri sebagai partai modern ini, juga menyusun strategi menjawab persoalan bangsa dalam tujuan jangka pendek mereka.
Ada sembilan pekerjaan rumah yang harus dibenahi dalam jangka pendek, di antaranya masalah lapangan kerja, kebijakan energi, pangan, otonomi daerah, dan penegakan hkum.
Arahnya jelas, melanjutkan reformasi dan tidak pernah berhenti memperbaiki negeri. Siapa pun yang memerintah di 2009, harus mampu menjawab tantangan tersebut karena dalam perkembangannya, sendi kehidupan dunia, baik politik, sosial, ekonomi, dan budaya, bergerak begitu cepat sehingga memerlukan tanggapan yang cepat pula.
Menolak Diskriminasi
Sebagai partai yang dilahirkan di era reformasi, PAN tidak membenarkan adanya diskriminasi, tidak menolerir pelanggaran hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap pluralisme. Dengan demikian, PAN tidak bisa dikatakan sebagai partai wilayah tertentu. Dasar PAN adalah reformasi, ikon partai pun reformasi.
Memang dari sejarah kelahiran PAN, partai politik ini dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (Mara), salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto, PPSK Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet.
PAN dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus 1988 oleh 50 tokoh nasional, di antaranya Amien Rais, Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Rizal Ramli, Albert Hasibuan, Toety Heraty, Emil Salim, Faisal Basri, AM Fatwa, Zoemrotin, dan Alvin Lie Ling Piao.
Para tokoh itu sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa pada 1998 yang kemudian berubah nama menjadi Partai Amanat Nasional (PAN).
PAN bertujuan menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material dan spiritual. Cita-cita partai berakar pada moral agama, kemanusiaan, dan kemajemukan. Selebihnya PAN menganut prinsip nonsektarian dan nondiskriminatif. [L-10]
SPD | |
|