Jika tak ada aral-melintang, DPR rencananya akan mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pornografi menjadi undang-undang (UU) pada 23 september mendatang. Sementara itu, pihak terkait masih melakukan pembahasan secara intensif. Diantaranya adalah panitia kerja (panja) DPR, Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informasi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan.
Ahad (14/9) kemarin, puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) kembali menyatakan penolakannya. Menurut mereka, RUU itu sebagai bentuk intervensi pemerintah atas ruang privat perempuan.
Direktur Kalyanamitra, Rena Herdiyani menilai draf RUU yang ada sekarang, memiliki muatan yang sama dengan RUU sebelumnya. Pasal-pasal dalam RUU ini juga dinilai menggunakan bahasa yang multitafsir, sehingga dapat merugikan masyarakat, terutama kaum perempuan.
Sebagaimana diketahui, RUU pornografi (semula bernama RUU antiporonografi dan pornoaksi) telah lama dibahas dan menimbulkan kontroversi. Umumnya, gelombang protes datang dari aktivis perempuan.
"Ini kan menjelang pemilu. Jadi, rencana pembahasan RUU ini seperti dipaksakan, hanya untuk menarik simpati masyarakat," kata Direktur Kalyanamitra Rena Herdiyani.
Definisi pornografi menurut Direktur LBH Apik Estu Rakhmi Fanani, masih belum jelas.
Dukung RUU
Sementara RUU ini masih ditolak sejumlah kecil kelompok perempuan, umumnya ormas Islam besar tak ada perbedaan dalam hal ini.
Sebelumnya, pada tanggal 18 Maret 2006, dalam sebuah pernyataan resmi, Pengurus Besar NU (PBNU), yang ditandatangani KH. Sahal Mahfudz (Rais am), Prof. Dr. Nasarudin Umar (Katib Aam), H. A. Hasyim Muzadi (Ketua Umum) dan Dr. Endang Turmudzi (Sekretaris Jenderal) mengeluarkan sikap resminya.
Dalam pernyataannya, PBNU mengatakan, mendukung sepenuhnya RUU pornografi (dulu disebut RUU APP).
“PBNU mendukung sepenuhnya RUU-APP untuk segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU), karena sangat diperlukan untuk menjaga keselamatan moral masyarakat pada umumnya dan generasi muda pada khususnya, dengan tetap memperhatikan masukan-masukan yang ada.”
PBNU juga mengajak semua elemen organisasi di bawahnya untuk mendukung sikap organisasinya.
“PBNU menginstruksikan NU menginstruksikan kepada PWNU dan PCNU se Indonesia agar mengambil sikap yang selaras dengan pernyataan PBNU ini.
Sementara itu, saat menyambut Tahun Baru Hijriyah 1427 tanggal 2 Februari 2006, Muhammadiyah mengadakan Pernyataan Bersama dengan PBNU terhadap masalah ini.
Dalam pernyataan bersama yang diwakili K.H. Hasyim Muzadi (Ketua Umum PB NU) dan Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) mereka mengatakan, “PB Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah menyerukan gerakan moral antipornografi dan pornoaksi secara serius dan sistemik, karena keduanya merupakan hal yang sangat berbahaya lantaran telah terbukti merusak moral dan ketahanan bangsa, khususnya generasi muda, yang menjurus pada pola hidup hedonistik. Dewasa ini pornografi dan pornoaksi telah menjadi alat untuk merontokkan tata budaya Indonesia dan telah menjadi kegiatan industri. Untuk itu DPR RI diminta agar segera menyelesaikan UU antipornografi dan pornoaksi demi kemaslahatan bersama.”
foto Rena Herdiyani dan aksi mendukung RUU APP tahun 2006