Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Duka Arab Menyambut 2009 Fri Jan 02, 2009 12:20 am | |
| Duka Arab Menyambut 2009 Suasana Pergantian Tahun di Dunia Sheik Muhammad bin Rashid Al Maktoum Zulfirman - 01/01/2009 - 20:29 INILAH.COM, Dubai – Berbeda dengan belahan dunia lain, dunia Arab menyambut tahun baru 2009 dengan keprihatinan. Pesta pergantian tahun dibatalkan dimana-mana. Keprihatinan terhadap nasib warga di Jalur Gaza dari kebrutalan Israel jadi penyebab.
Hotel Emirates Palace, Abu Dhabi, Rabu (31/12) malam. Di atas panggung, di hadapan ribuan pengunjung, Shakira, penyanyi pop dunia berdarah Lebanon, tampil. “Saya buah dari Tanah Arab. Ketahuilah, saya bangga punya darah Arab. Saya kira, tak ada tempat yang lebih baik menghabiskan malam tahun baru seperti di sini,” katanya.
Sebelum Shakira tampil, keraguan sempat muncul. Apakah pesta pergantian tahun itu tetap bisa berjalan? Naman Dahooua, 18 tahun, seorang mahasiswa dari Aljazair, mengaku sudah memimpikan panggung Shakira selama dua minggu. Tentang warga Gaza, nona muda itu hanya berujar: “Saya sangat berduka.”
Duka itu terasa begitu dalam di dunia Arab. Di Dubai, kota utama lainnya di Uni Emirat Arab, perayaan tahun baru dibatalkan di menit-menit terakhir. Sheik Muhammad bin Rashid Al Maktoum melarang seluruh bentuk perayaan. Termasuk di antaranya pesta kembang api dan musik hidup di Hotel Atlantis yang baru dibuka.
Larangan itu diumumkan sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina, khususnya yang bermukim di Jalur Gaza. Meski memiliki politik lebih liberal dibanding negara-negara Arab lainnya, nurani UEA tersentuh dengan kebiadaban Israel terhadap warga Gaza.
Langkah tersebut didukung manajer hotel berbintang empat, Arabian Courtyard Hotel & Spa, Habib Khan. “Bisnis semalam takkan membuat kami kaya atau miskin,” katanya.
Tak jelas, apakah semua hotel memenuhi larangan itu. Di UEA, hotel adalah satu-satunya tempat yang boleh menyediakan alkohol. Sebagian di antaranya berniat tetap menyajikan makanan dan minuman, tapi tidak pesta gegap gempita.
Maklumlah, tahun baru merupakan saat yang sibuk bagi bar dan restoran di hotel-hotel di Dubai. Mereka bisa mematok harga tinggi. Hotel Burj al-Arab, misalnya, menawarkan paket pesta koktail yang diikuti musik hidup dan dansa seharga 9.900 dirham (Rp 30 juta) untuk satu orang.
Di Yordania, sejumlah pesta perayaan tahun baru juga dibatalkan. Wajar saja. Soalnya, setengah dari 5,8 juta penduduk Yordania adalah keturunan Palestina dari keluarga yang terpencar akibat dua perang dengan Israel sejak 1948.
Sejumlah hotel, restoran, mal, dan pesta privat di Amman, Aqaba, dan Petra, mengumumkan pembatalan itu melalui media setempat. Di Amman, konser yang menampilkan penyanyi May Hariri dari Lebanon dan Ahmad Sharif dari Tunisia, dibatalkan.
“Penyanyi itu sebenarnya ingin tetap tampil. Keuntungan konser akan disumbangkan untuk korban perang. Tapi mereka berubah pikiran. Mereka bilang, sangat memalukan tetap berpesta saat orang lain meregang nyawa (di Gaza),” ujar penyelenggara, Elias Nehme.
Pembatalan perayaan tahun baru juga diberlakukan Kementerian Kebudayaan dan Informasi Mesir. Mereka juga membatalkan izin konser untuk megabintang Mesir, Muhammad Munir di Rumah Opera Kairo.
Kendati begitu, sejumlah hotel dan kelab tetap merayakan pergantian tahun. Di salah satu hotel Four Seasons di Kairo, tamu membayar 1.500 pound Mesir (Rp 30 juta) menikmati makan malam dan musik klasik di hotel berbintang lima itu.
“Kami tak membatalkan reservasi. Situasinya jauh dari kami,” ujar manajer restoran Hotel Four Seasons, Ahmad Ghany.
Di Bahrain, Raja Hamad Ibnu Isa Al Khalifah memerintahkan pembatalan seluruh konser tahun baru. Sebagai bentuk dukungan moral terhadap Gaza, raja juga memerintahkan hotel-hotel untuk mematuhi aturan itu.
Ironisnya, perayaan tahun baru jalan terus di Lebanon, negara yang pernah hancur akibat perang 34 hari antara Israel dan Hizbullah pada 2006. Lebih dari 60% restoran di Beirut, penuh. Paul Ariss, Ketua Asosiasi Pengusaha Restoran, menyatakan nuansa festival tetap terjaga meski adanya serangan terhadap Gaza.
“Meskipun hari kami bersama korban di Gaza, kehidupan harus tetap jalan,” ujar Ariss.
Di Suriah, perayaan terjadi di lampu merah. Tapi, bukan kembang api atau pesta dansa. Di lampu-lampu merah di pusat Damaskus, anggota Palang Merah Suriah turun ke jalan, meminta sumbangan untuk korban serangan udara Israel di Gaza.
Cukupkah itu semua untuk merespon tindakan keji dan brutal tentara Israel? Jawabnya tentu tidak. Negara-negara Arab harus bersatu menghentikan angkara murka biadab Israel yang sudah berlangsung puluhan tahun ini! | |
|