adm Admin
Jumlah posting : 54 Registration date : 07.01.09
| Subyek: Gaza dan Konflik Israel-Hamas Thu Jan 08, 2009 2:37 pm | |
| Gaza dan Konflik Israel-Hamas 2009-01-07 - Suara Pembaruan Oleh: Wartawan Senior Aco Manafe Rencana perdamaian Israel-Palestina, atau gencatan senjata Hamas-Israel, masih sulit tercapai. Nasib yang sama juga dialami niat rujuknya faksi Fatah pembentuk Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan rivalnya Hamas (Harakat Al Muqawama al Islamiyya/Gerakan Front Pertahanan Islam). Dua hal utama ini belum terwujud itu turut memicu pertempuran di Gaza terus berkecamuk dengan puncak serangan udara Israel sejak 27 Desember 2008.
Untuk menenteramkan Jalur Gaza terdapat rencana substantif, dengan prakarsa mengerahkan delegasi keamanan Mesir. Pasukan keamanan Mesir, seperti sebelumnya, Kairo mengutus Kepala Intelijen Omar Solaiman sebagai mediator pertemuan Presiden Yasser Arafat dengan PM Israel Yitzhak Rabin.
Mengapa Mesir? Sebab, selain sebagai pusat atau markas Liga Arab, juga negara terbesar Arab di Timur Tengah. Mesir, seperti Yordania, juga pernah berperang kemudian berdamai dengan Tel Aviv.
Semestinya negara Palestina merdeka dapat diwujudkan pada akhir 2008. Hal itu merupakan amanat kesepakatan Annapolis-Maryland, pada November 2007, yang merupakan prakarsa Presiden George W Bush. Kuncinya terletak pada diakhirinya perpecahan internal di Palestina, yakni antara Hamas dan Fatah. Selain itu juga melibatkan iktikad Israel menghargai eksistensi bangsa Palestina.
Ismail Haniya pimpinan Hamas dan PM Palestina versi Hamas di Gaza masih tetap berseberangan dengan mitranya, faksi Al Fatah-Otoritas Palestina pimpinan Mahmoud Abbas alias Abu Mazen. Sebagai penerus mendiang Yasser Arafat, Mahmoud Abbas diyakini bisa berunding tanpa mengabaikan kepentingan bangsa Palestina dan tanpa mengabaikan Hamas.
Dalam catatan sejarah, Hamas pernah dibiayai oleh Israel dan Mossad untuk memperlemah posisi Fatah, PLO, dan Yasser Arafat. Kondisi itu mirip Taliban di Afghanistan yang pernah dibiayai AS untuk melawan pendudukan Rusia, namun belakangan balik menentang kehadiran AS.
Upaya Penyatuan
Upaya penyatuan pihak-pihak yang bertikai dilakukan tahun lalu dengan pembentukan pemerintahan bersama. Namun usianya tak lama. Sesuai dengan rencana, rekonsiliasi tuntas Palestina tersebut digagas melalui proposal pada Agustus-September 2008.
PM Palestina versi Fatah Salam Fayyad (yang berkunjung ke Indonesia medio Juli 2008) meyakini bahwa gencatan senjata (diakhiri unilateral oleh Hamas 19 Desember 2008) merupakan saat yang tepat dan kondusif untuk meneruskan proses perdamaian.
Konsep rekonsiliasi PM Fayyad berdasarkan tiga elemen utama. Pertama, kesepakatan keamanan internal Palestina. Kedua, membentuk pemerintahan transisi. Ketiga, penetapan pemilu parlemen dan Presiden Palestina.
Faksi Fatah dan PM Fayyad yakin dengan menandatangani kesepakatan keamanan internal, kondisi utama yang terhapuskan dari Persetujuan Mekkah (Mecca Accord) akan kembali terpenuhi. Mecca Accord diteken bersama kedua pihak, setelah Hamas menguasai Gaza Juni 2007.
Berdasarkan kesepakatan ini, Otoritas Palestina akan meminta Mesir mengerahkan delegasi keamanannya ke Gaza. Bahkan amat mungkin pengerahan pasukan Mesir untuk mengawasi implementasi keamanan yang dimaksudkan.
Pembentukan pemerintahan transisi akan berada di Gaza dan Tepi Barat. Para pejabatnya merupakan wakil berbagai faksi sehingga diterima Fatah dan Hamas. Selanjutnya Fatah dan Hamas akan menyepakati tanggal pemilihan parlemen maupun presiden, agar bisa mencairkan kembali kebekuan politik internal Palestina.
Diplomasi Condi
Pemilu Presiden Palestina dijadwalkan berlangsung Januari 2009, dan pemilu legislatif diharapkan pada dua tahun mendatang. Proposal Fayyad diikuti seruan baru Presiden Abbas untuk memulai dialog nasional. Dalam konteks Kesepakatan Annapolis 2007 yang menghendaki pembentukan Palestina merdeka akhir 2008, maka Bush mengutus Menlu Condoleezza Rice mengadakan diplomasi bolak balik kepada Palestina dan Israel.
Melalui Condi, Washington ikut mengajukan masalah perbatasan, mendorong dimulainya kembali dialog kedua pihak, hingga acuan perdamaian. Isyarat menyambut baik damai juga diberikan dua tokoh Hamas, Ismail Haniya dan Ghazi Hamad pada Agustus-September 2008.
Keduanya menyatakan Hamas siap merundingkan rekonsiliasi internal Palestina. Bahkan tokoh Jihad Islami, Nafiz Azzam pun mengisyaratkan semangat positif saat pertemuan dengan Fatah dan Hamas. Penasihat Hamas Ahmed Yousef menekankan, proposal Salam Fayyad menunjukkan tekad penyatuan kembali faksi-faksi Palestina yang terpecah. Prakarsa Yemen 2007 pun mendorong rekonsiliasi.
Namun, usul-usul rekonsiliasi pada pertemuan akhir forum Liga Arab di Damaskus mencatat ketidakmajuan upaya mendekatkan dua faksi utama Palestina. Maka itu, meskipun tercapai gencatan senjata di Gaza, perundingan damai Otoritas Palestina-Israel tanpa keikutsertaan Hamas akan sia-sia belaka.
Serangan Israel bukan hanya membalas tembakan roket Hamas, tetapi terkait isu politik di dalam negeri Israel. Pada pemilu 19 Februari 2009 ada tiga kandidat PM Israel yang bersaing ketat, yakni Tzipi Livni, Ehud Barak, dan Benjamin Netanyahu.
Isu dan serangan ke Jalur Gaza jelas bagian integral upaya para tokoh demi mencari dukungan konstituen mereka. Politik demikian harus dikecam, karena ribuan nyawa rakyat Gaza terancam.
Hambatan damai lainnya, adalah upaya memperbanyak permukiman Yahudi di Tepi Barat. Data mencatat peningkatan permukiman Yahudi 12 kali lipat. PM Olmert bahkan menyetujui penambahan 750 rumah baru di Givat Zeef, dan 100 lainnya di Properti Ariel-utara Tepi Barat. Bank Dunia mencatat 500 rumah baru sedang dibangun di Har Homa dan 240 lainnya di Adumim, Yerusalem Timur. Bank Dunia juga mencatat terdapat 430.000 rumah ilegal warga Yahudi di wilayah Palestina.
Menlu Condi tak berdaya menghapuskan 600 pos pemeriksaan Israel yang menghambat mobilitas rakyat Palestina, termasuk 64 penghalang jalan raya. Bagaimana mungkin warga Palestina bebas beraktivitas bila bantuan US$ 7,4 miliar para donor dihambat oleh pembatas-pembatas Israel. Maka itu konflik Gaza dan Hamas hanya satu dari beberapa parameter penghambat perdamaian Israel-Palestina.
| |
|