Suara Pembaruan, 15 April 2009[JAKARTA] Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dinilai sebagai pasangan terbaik bagi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 8 Juli mendatang. Pasangan incumbent ini memiliki sisi positif yang lebih dominan ketimbang negatif.
Demikian pandangan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris dan pakar politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ari Dwipayana, secara terpisah, Rabu (15/4). Penilaian yang sama juga dilontarkan banyak elemen dari Partai Golkar, di antaranya gubernur se-Sulawesi (minus Sulawesi Utara) dan Gorontalo.
Menurut Syamsuddin, nilai positif yang dibawa duet SBY-JK, terutama keduanya sudah saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing selama memimpin pemerintahan lima tahun terakhir. "Ada banyak hal bisa dilakukan dalam lima tahun ke depan, tanpa harus ada proses adaptasi di antara keduanya," jelasnya.
Kehadiran JK sebagai cawapres, juga menguntungkan SBY. Sebab, hal itu bisa memperkuat basis dukungan di parlemen. Dengan demikian, bisa meminimalkan gangguan dari Senayan terhadap jalannya pemerintahan.
Namun, Syamsuddin juga melihat sisi negatif dari pasangan tersebut, dan tentunya harus dapat diatasi. "Selama lima tahun, juga kerap muncul ketegangan dalam banyak hal. Contohnya, JK sebagai wapres tampil melampaui kewenangannya saat menyampaikan pernyataan di hadapan publik," ungkapnya.
Dari semua fakta itu, lanjutnya, tentu menjadi bahan pertimbangan SBY apakah kembali memilih JK atau tidak. "Tidak tertutup kemungkinan SBY tetap merangkul Golkar, tetapi wapresnya bukan JK," katanya.
Sementara itu, Ari Dwipayana menilai, berdasarkan hasil survei, selama ini tingkat elektabilitas SBY-JK cukup tinggi. Ini bisa menjadi modal kembalinya duet tersebut.
"Di sisi lain, jika duet ini kembali lagi, keberlanjutan akan terjaga. Bahkan forum gubernur se-Sulawesi menghendaki keberlanjutan program, kebijakan karena keduanya sudah saling mengenal," jelasnya.
Dia memperkirakan, dengan posisi SBY yang jauh lebih kuat dibanding 2004, yang cenderung terselamatkan atas dukungan politik Golkar, gaya memimpin JK dengan kelugasan dan keberaniannya bisa tidak muncul lagi.
Ari juga mengingatkan, jika kembali berduet, pasangan ini harus mampu mengatasi faksionalisasi di internal Golkar.
Syamsuddin Haris
Marzuki Alie
Keputusan Demokrat
Secara terpisah, Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie mengungkapkan, partainya akan menggelar rapat pimpinan nasional (rapimnas) pada 25 April nanti, antara lain untuk memutuskan pasangan bagi SBY.
Sampai saat ini, katanya, Demokrat masih terus mengevaluasi nama-nama cawapres yang tepat mendampingi SBY. Disinggung apakah JK bisa diterima SBY, Marzuki berujar, hal itu sepenuhnya di tangan SBY sebagai capres yang akan melihat siapa figur yang paling tepat mendampinginya.
Hal senada disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, bahwa nasib JK menjadi prerogatif SBY. "Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai capres akan memberikan pertimbangan-pertimbangan. Tapi siapa figur yang tepat menjadi cawapres mendampingi SBY, keputusannya ada pada Pak SBY. Ia yang tahu persis siapa figur yang paling cocok bekerja sama melanjutkan pemerintahan jika masih diberi amanah oleh rakyat," katanya.
Pertimbangan Partai Demokrat saat ini sedang dirumuskan, yang akan ditawarkan ke SBY paling lambat akhir April.
Sementara itu, meskipun dorongan agar JK kembali menjadi pendamping SBY, dua Ketua DPD Golkar, masing Uu Rukmana (Jabar) Ibrahim Agustinus Medah (NTT) tetap menghendaki JK maju sebagai capres dari partai beringin. "Kalau diubah, Golkar tidak konsisten," tegas Uu.
Menurutnya, Golkar harus tetap menunjukkan karakternya dengan raihan suara yang sampai saat ini masih belum selesai dihitung.
Hal senada disampaikan Ibrahim. Bahwa masih banyak DPD Golkar yang ingin JK menjadi capres. Sementara itu, banyak parpol peserta pemilu yang bakal mendukung dan membangun koalisi dengan Partai Golkar.
"Jika kalah, Golkar harus berani tampil sebagai oposisi. Sehingga dalam lima tahun ke depan, bebas mengontrol pemerintah dan mampu menambah popularitas di mata masyarakat," ujar Ibrahim.
Namun, Uu tidak menampik jika rapimnas khusus 23 April kelak memutuskan Golkar urung mengajukan capres sendiri. "Kalau Golkar seluruh Indonesia berubah, kita tunduk. Tetapi, kita malu, kemarin siap jadi presiden," tuturnya.