[JAKARTA] Langkah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto (57) menuju kursi RI-1 dipastikan kandas. Hal itu merujuk pada hasil pemilu legislatif, yaitu Gerindra hanya memperoleh 4.646.406 suara (4,46 persen) dan 30 kursi (5,36 persen).
Perolehan itu jauh di bawah syarat untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres, yakni minimal 25 persen suara sah atau 20 persen kursi di DPR. Selain itu, mencermati arah peta koalisi, harapan terbesar bagi Gerindra adalah PDI-P. Namun, hingga lima hari menjelang berakhirnya pendaftaran capres-cawapres, komunikasi politik kedua parpol buntu, karena baik Prabowo maupun Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, sama-sama bersikeras menjadi capres. Pada kenyataannya perolehan suara dan kursi PDI-P jauh di atas Gerindra, sehingga posisi tawarnya lebih kuat. Di samping itu, posisi Prabowo tersudut oleh manuver PDI-P yang kini intensif menjalin komunikasi politik dengan Partai Demokrat (PD).
Selain itu, berdasarkan penghitungan hasil pemilu legislatif, niat Prabowo menjadi capres sulit terwujud. Sebab, dengan perkembangan konstelasi parpol yang lolos parliamentary threshold (PT), Gerindra hanya berharap parpol yang semula di belakang Demokrat berbalik arah. Parpol yang masih berpeluang untuk mengalihkan dukungannya adalah PPP dan PKB, meskipun kemungkinan tersebut sangat kecil. Namun, gabungan perolehan suara dan kursi Gerindra, PPP, dan PKB masih belum mencukupi syarat minimal.
Demikian pula jika mengandalkan dukungan perolehan suara parpol yang tak lolos PT, hampir mustahil, mengingat sejumlah parpol kecil mendukung koalisi Partai Demokrat. Sejauh ini, Demokrat telah merangkul setidaknya sembilan parpol kecil, yakni PKPB, PBB, PDS, PDP, PKPI, PPPI, PNBKI, Partai Pelopor, dan PMB. Perolehan suara sembilan parpol itu mencapai 8,4 persen.
Dengan demikian sisa suara parpol yang tak lolos PT yang berpeluang dirangkul Gerindra hanya sekitar 10 persen. Jumlah itu mustahil dapat mengantar Prabowo maju menjadi capres.
Bakal kandasnya langkah Prabowo tersebut dikuatkan dengan analisis Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry. Menurutnya, Partai Demokrat berkepentingan untuk menggagalkan pencalonan Prabowo Subianto, baik sebagai capres maupun cawapres. "Sebab, di mata Demokrat, Prabowo adalah rival terberat SBY," ujarnya, Senin (11/5).
Sejalan dengan itu, PDI-P memiliki kepentingan serupa, karena jengkel terhadap Prabowo yang tidak bersedia menjadi cawapres mendampingi Megawati. "PDI-P tersinggung oleh sikap Prabowo yang bersikeras sebagai capres, padahal perolehan suara Gerindra jauh di bawah PDI-P," tambahnya.
Dengan demikian, kata Umar, bagi Demokrat dan PDI-P, Partai Gerindra adalah musuh bersama. "Oleh karena itu, Demokrat dan PDI-P akan sanggup menyingkirkan ego masing-masing yang selama lima tahun, untuk menghadapi musuh bersama," jelas Umar.
Senada dengan itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpandangan, sikap Prabowo yang ber- sikeras menjadi capres, bakal mengganjalnya maju ke pilpres. "PDI-P sudah deadlock, pasalnya, Prabowo menolak tawaran menjadi cawapres. Maka dari itu, PDI-P akan mengambil langkah win win solution," ujar Siti.
Terbuka LebarSebaliknya, komunikasi politik antara Demokrat dan PDI-P semakin terbuka lebar menuju pada koalisi. "Koalisi antara Demokrat dan PDI-P, bukan hal yang tidak mungkin. Peluang itu ada. Tinggal menunggu sikap Megawati," ujar pengamat politik LIPI, Lili Romli.
Sikap Mega dimaksud, lanjut Lili, mengenai kebe- raniannya menganulir keputusan Kongres Bali 2005 dan rapimnas PDI-P yang mengusung Mega sebagai capres. Selain itu, Mega juga harus berani mengambil sikap untuk menyatakan PDI-P kini bukan lagi partai oposisi, melainkan bersama-sama partai pemerintah. Menurut dia, posisi sejumlah kursi menteri yang ditawarkan oleh PD, cukup untuk mengompensasi perolehan suara PDI-P.
Hal senada disampaikan pengamat politik dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Suhardi Suryadi. Menurut dia, peluang bergabungnya Demokrat dan PDI-P semakin terbuka, setelah SBY membuka diri.
"Pidato SBY, Minggu (10/5) malam, menunjukkan keterbukaan PD terhadap PDI-P. Saya rasa, ini pertanda yang baik kalau kedua parpol benar-benar bergabung dan berkomitmen membangun pemerintahan yang efektif," kata Suryadi.
Sementara itu, peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menilai, tendensi PDI-P mengarah ke Partai Demokrat sangat besar. Pasalnya, Prabowo tak kunjung bersedia menjadi cawapres Megawati. "Semula ada keinginan Megawati menarik Prabowo sebagai cawapres. Tapi, kalau tidak berhasil, PDI-P akan bergabung dengan Demokrat dan akan membagi kursi kekuasaan," ujarnya.
Menurutnya, melihat perkembangan saat ini, bagi PDI-P lebih baik bergabung dengan Demokrat, daripada kalah dan tidak memperoleh apa-apa. "Mengenai PDI-P akan masuk ke Demokrat, SBY harus meyakinkan partai menengah, bahwa mereka akan mendapatkan power sharing," paparnya.
Terkait hal tersebut, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring mengatakan, partainya menyambut baik kemungkinan bergabungnya PDI-P ke dalam koalisi yang dipimpin partai Demokrat. "Silahkan saja bergabung, makin banyak yang bergabung makin baik," katanya.
Dikatakan, hingga kini PKS masih berkonsentrasi untuk mengamankan arah koalisi dengan Demokrat. "Kami belum membuka peluang untuk berkoalisi dengan partai lain," katanya menjawab isu soal akan merapatnya PKS ke Gerindra.
Tifatul menegaskan, pada prinsipnya PKS terbuka untuk berkoalisi dengan parpol manapun. Namun, dia mengingatkan, agar hubungan Demokrat dan PDI-P dijalani lewat komunikasi politik dulu, untuk menyamakan persepsi, platform, dan juga perbedaan-perbedaan yang selama ini mengemuka.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, komunikasi partainya dan PDI-P baru sebatas membahas masalah-masalah platform dan arah kebijakan ke depan. "Belum sampai pada urusan power sharing," ujar Anas.
Ingin Dengan PDI-PSecara terpisah, Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Suhardi mengungkapkan, partainya tidak ingin berpisah dengan PDI-P, mengingat intensitas komunikasi politik yang telah dijalin. "Prinsipnya kami tidak ingin berpisah dengan PDI-P. Karena kami sama-sama memiliki cita-cita untuk membangun bangsa," ujarnya.
Namun demikian, kata Suhardi, jika harus berpisah, Partai Gerindra masih memiliki banyak pilihan yang dilakukan. "Bagi kami pilihan masih banyak. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana membangun bangsa ini lebih maju," ujar dia.
Pada kesempatan itu, Suhardi mengemukakan kembali ditundanya rencana rapimnas Partai Gerindra, yang sedianya digelar di Jakarta, Selasa (12/5).
Menanggapi situasi yang dihadapi Gerindra, Burhanuddin Muhtadi melihat partai tersebut masih menunggu "bola muntah" dari parpol yang kecewa dengan pilihan SBY, di antaranya PAN dan PPP. Peluang merangkul PAN dan PPP, lanjutnya, masih sangat terbuka mengingat sikap kedua partai yang masih terbelah dua dalam penentuan arah koalisi.