Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Pidato Terakhir, Bush Tetap Tak Akui Kesalahan Fri Jan 16, 2009 10:56 am | |
| Pidato Terakhir, Bush Tetap Tak Akui Kesalahan George W Bush Jumat, 16 Januari 2009 | 10:26 WIB - Kompas WASHINGTON, KAMIS — Dalam pidato perpisahan, Presiden AS George W Bush, Kamis (15/1), menyambut terpilihnya Barack Obama dan mengimbau Amerika bersatu mengatasi terorisme dan krisis ekonomi.
"Obama yang menjadi Presiden AS berkulit hitam pertama yang dilantik pada 20 Januari adalah orang yang latar belakangnya merefleksikan janji tak pernah padam tentang tanah air kita," kata Bush dalam pidato kenegaraan di televisi terakhirnya setelah delapan tahun berkuasa.
"Ini adalah momen tentang harapan dan kebanggaan bagi semua bangsa kita. Dan saya bergabung dengan semua orang Amerika untuk memberikan salam sejahtera kepada presiden AS terpilih, Obama; istrinya, Michelle; dan dua anak perempuannya yang cantik," kata pemimpin AS paling tidak populer ini seperti dilansir AFP.
Bush selama berkuasa menghadapi persoalan-persoalan berat, yakni akibat serangan 11 September 2001, kemudian diperparah Perang Irak yang tidak populer, respons yang lambat dalam penanganan dampak Badai Katrina, dan krisis ekonomi terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir.
"Ada hal-hal yang bisa saya lakukan berbeda jika saya diberikan kesempatan. Anda mungkin tidak setuju dengan beberapa keputusan keras yang saya ambil, tapi saya harap Anda dapat mengerti mengapa saya telah berusaha membuat keputusan-keputusan sulit itu," kata Bush.
Dia mengakui keadaan sulit yang ia wariskan ke negerinya, termasuk perang yang belum usai di Irak dan Afganistan serta para teroris garis keras Muslim yang dia katakan masih tetap ingin membunuhi orang Amerika.
"Ketika bangsa kita terasa lebih aman dibandingkan tujuh tahun lalu, ancaman terburuk pada rakyat kita tetaplah serangan teroris berikutnya," katanya seraya menggarisbawahi bahwa jika pihak lain berusaha hidup normal setelah serangan 11 September 2001, dirinya tidak bisa bersikap seperti itu.
"Kita tidak boleh cepat berpuas diri. Kita harus teguh pendirian dan kita jangan sekali-kali meruntuhkan (mental) para penjaga kita. Saat bersamaan, kita mesti terus berhubungan dengan dunia dengan percaya diri dan tujuan yang jelas," kata Bush.
Dia membela cara penanganan pemerintahanya dalam krisis ekonomi global yang dia wariskan kepada Obama dengan mengatakan, "Adakalanya keluarga-keluarga pekerja keras menghadapi masa yang sangat sulit, tetapi akibatnya akan menjadi lebih sulit jika kita tidak berbuat apa-apa."
"Semua warga Amerika berada bersama di keadaan ini. Dan bersama, dengan keyakinan dan bekerja keras, kita akan memperbaiki perekonomian kita ke jalan pertumbuhan," katanya di hadapan pemirsa, termasuk 50 tamu undangan, di East Room, Gedung Putih.
Dengan tak sedikit pun mau mengakui kesalahan-kesalahannya, Bush mengaku bahwa seperti halnya para presiden pendahulunya, dia harus mengalami kemunduran, tetapi ia tidak merinci maksud kemundurannya ini.
Sembari menolak tuduhan bahwa perang Irak dan praktik-praktik interogasi sebagai bentuk penyiksaan yang merusak prinsip moral AS, Bush memperingatkan jika Amerika tidak mengatasi rintangan terhadap kebebasan, rintangan itulah yang menyengsarakan AS.
Ia juga dengan gigih mempertahankan kebijakan-kebijakan antiterorismenya yang kontroversial seperti memata-matai warga Amerika sendiri serta meletupkan perang di Afganistan dan Irak yang kemudian membelah rakyat AS itu.
"Ada perdebatan dalam banyak keputusan-keputusan itu, tapi ada sedikit perdebatan mengenai hasilnya. Amerika berjalan mulus selama lebih dari tujuh tahun tanpa serangan teroris lainnya ke bumi kita," kata Bush.
Merujuk kesalahan pendahulunya 200 tahun silam, Thomas Jefferson, yang mengikrarkan kebijakan luar negeri yang isolasionis, Bush mengingatkan bahwa upaya AS menarik diri dari persoalan-persoalan di luar perbatasannya akan mengundang bahaya saja.
Pada pidato terakhirnya itu, dia tidak memasukan frasa-frasa favoritnya seperti "perang melawan terorisme" atau tuduhan "poros kejahatan" yang ia tujukan kepada Iran, Korea Utara, dan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein.
Bush meninggalkan sebuah catatan ditulis tangan untuk penggantinya di atas meja di Ruang Oval sebelum kemudian menuju negara bagian yang menjadi kampung halamannya, Texas.
Jumat (Sabtu WIB), Bush dan Ibu Negara, Laura Bush, pergi dari Gedung Putih menuju peristirahatan resmi Presiden AS di Camp David untuk terakhir kalinya, bergabung dengan dua anak perempuan kembarnya, Jenna dan Barbara, serta sejumlah pembantu dekatnya. | |
|