Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Rekayasa Kasus Terkuak & Pati Polri Ancam Mundur? Wed Nov 11, 2009 4:31 pm | |
| Rekayasa Kasus Terkuak & Pati Polri Ancam Mundur? Suara Pembaruan,11 November 2009Pengakuan Williardi Wizard [JAKARTA] Dugaan rekayasa yang dilakukan penyidik Polri dalam menangani kasus-kasus pidana semakin terkuak. Hal ini menempatkan lembaga penegak hukum ini dalam posisi terburuk sepanjang sejarah.
Demikian penilaian Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, pengamat politik Yudi Latief dan Fadjroel Rachman, serta Guru Besar Kriminologi Fisip UI Muhammad Moestofa, di Jakarta, Rabu (11/11). Penilaian tersebut menyusul keterangan mantan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes (Pol) Williardi Wizard, saat menjadi saksi dalam sidang pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, Selasa (10/11).
Dalam sidang tersebut, Williardi menyampaikan pengakuan mengejutkan, bahwa keterangannya yang tertuang dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) adalah atas tekanan penyidik dan sejumlah petinggi Polri dan Polda Metro Jaya.
Neta menilai, pengakuan Williardi memperkuat dugaan adanya rekayasa dalam rangka kriminalisasi KPK, melalui penetapan dua pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai tersangka. "Keterangan Williardi itu harus dihormati. Ini tidak saja terkait dugaan tindakan penyidik Polri yang merugikan penegakan hukum, tetapi juga menambah ancaman kriminalisasi KPK," jelasnya.
Dari apa yang dialami Williardi, Neta menyarankan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Bibit-Chandra untuk meminta keterangan penyidik Polri untuk menguak lebih jauh ancaman kriminalisasi KPK oleh Polri. "Ini juga untuk menyelidiki sejauh mana keterlibatan petinggi Polri, dan tidak menutup kemungkinan ada kekuatan besar yang memperalat oknum petinggi Polri untuk menghancurkan KPK dengan cara memenjarakan satu per satu pimpinan KPK yang dianggap berbahaya," ujar Neta.
Sementara itu, Muhammad Moestofa menilai, kesalahan mendasar Polri adalah memiliki kekuasaan besar, tetapi tidak ada pengawasan yang ketat. Akibatnya, dugaan rekayasa kriminalisasi KPK menguat.
Moestofa mengingatkan, mencuatnya dugaan kriminalisasi KPK karena Kepolisian merasa tersaingi oleh langkah hukum KPK. "Walaupun sifatnya temporer, KPK memiliki kekuasaan yang luar biasa, seperti layaknya Kepolisian. KPK terbentuk karena ketidakpercayaan terhadap Kepolisian dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, benturan-benturan sudah pasti akan terjadi," ujarnya.
Motif Sistematik
Senada dengan itu, Yudi Latief menduga ada motif sistematik, yang memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk meruntuhkan KPK, dengan memperalat Polri dan Kejaksaan.
"Usaha kriminalisasi KPK dilakukan karena lembaga antikorupsi itu banyak mengendus kasus-kasus besar, dan di dalamnya sejumlah tokoh penting tersangkut. Mulai dari, kasus Jaksa Urip Tri Gunawan, kasus Aulia Pohan, dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga yang terbaru Bank Century," kata Yudi.
Menurut dia, kepingan-kepingan drama kriminalisasi KPK mulai terlihat nyata melalui pengakuan Williardi, bahwa ada skenario menje- bloskan Antasari Azhar ke penjara, yang dilakukan petinggi Kepolisian.
Antasari, Bibit, dan Chandra, menurut Yudi, merupakan tokoh sentral di KPK dalam penyidikan dan penin- dakan."Terhentinya pengusutan skandal Bank Century bisa menjadi motif besar yang masuk akal, di balik rekayasa kriminalisasi KPK. Jika KPK dibiarkan terus menyidik, akan banyak tokoh penting yang, terseret," tambahnya.
Untuk itu, Yudi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun langsung menyelesaikan kejanggalan demi kejanggalan yang dilakukan penegak hukum. Sebab rekomendasi TPF yang notabene dibentuk Presiden, terbukti tidak digubris Polri dan Kejaksaan.
Sementara itu, Fadjroel menilai, rekayasa kriminalisasi KPK lebih kental dilatarbelakangi aroma balas dendam. "Dendam Kepolisian tampaknya sudah memuncak, sehingga bekerja sama dengan Kejaksaan yang notabene juga tidak akur dengan KPK. Kepolisian berada di posisi terburuk sepanjang sejarah, jika pernyataan Williardi Wizard terbukti," ujarnya.
Secara terpisah, Choirul Anam dari Human Rights Working Group (HRWG) menilai, kesaksian Williardi membuktikan tidak ada perubahan dalam institusi Polri, meski kepolisian berjanji untuk profesional, adil, dan memperhatikan hak asasi manusia.
"Saya menghadapi fenomena, dalam kasus-kasus besar, polisi bidak profesional, baik di kasus Bibit dan Chandra, maupun sebelumnya, kasus Munir," kata Choirul
Hormati Proses Hukum
Menanggapi keterangan Williardi, Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri menilainya tidak masuk akal. "Masa sih, dia (Williardi) seorang (berpangkat) Kombes diperiksa (orang berpangkat) AKP (Ajun Komisaris Polisi) atau Kompol (Komisaris Polisi) bisa dipaksa," katanya, Rabu pagi.
Kapolri menjelaskan, penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, mempunyai rekaman saat pemeriksaan dilakukan. "Terserah masyarakat bisa menerima keterangan tersebut. Saat ini Kepolisian dalam posisi tersudut," katanya.
Senada dengan itu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna menegaskan, penyidik memiliki bukti kuat keterlibatan Williardi Wizard dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. "Pernyataan Williardi tidak untuk ditanggapi karena itu sidang," ujar Nanan.
Sedangkan, Menko Polhukam Djoko Suyanto meminta semua pihak menghormati proses hukum. Dia kembali menegaskan, tidak ada satu lembaga pun, termasuk lembaga kepresidenan, yang dapat menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
Djoko menolak berkomentar atas pengakuan Williardi dalam kasus Antasari Azhar, terkait dugaan rekayasa dalam penyidikan Polri.
Pati Polri Ancam Mundur?
Gonjang-ganjing seputar penahanan hingga penangguhan penahanan dua Wakil Ketua KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah oleh Mabes Polri, tidak saja membuat gerah masyarakat. Di internal Polri pun hal itu menimbulkan keprihatinan yang cukup meluas, terutama terkait tudingan bahwa telah terjadi rekayasa kriminalisasi KPK.
Kondisi ini diperparah dengan kesaksian mantan Kapolres Jakarta Selatan, Williardi Wizard dalam sidang kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa mantan Ketua KPK, Antasari Azhar di PN Jaksel, Selasa (10/11). Williardi yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut mengaku telah ditekan tiga penyidik Polri untuk merekayasa keterlibatan Antasari Azhar.
Melihat fakta-fakta tersebut, sejumlah perwira tinggi (Pati) Polri dikabarkan mengancam mengundurkan diri sebagai wujud keprihatinan dan ketidakpuasan atas kinerja Polri. Mereka juga khawatir Polri telah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, yang justru menghancurkan profesionalisme institusi penegak hukum itu.
Pati Polri yang siap mundur itu dikabarkan lebih dari sepuluh, sebagian besar pangkat Brigjen dan Irjen yang tersebar di sejumlah posisi.
Sumber SP menyebutkan, langkah mundur itu merupakan bentuk keprihatinan mendalam. Pasalnya, sejak Polri mandiri sampai saat ini, hanya prestasi mengungkap teroris yang layak dibanggakan. Organisasi Polri yang mandiri tidak kunjung bisa diwujudkan. "Tudingan adanya rekayasa yang makin menguat, menjadi bukti ketidakmandirian Polri," katanya. | |
|