Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Pengusaha Minta Stimulus Fiskal Tue Nov 18, 2008 5:25 pm | |
| Pengusaha Minta Stimulus Fiskal [JAKARTA] Kalangan pengusaha kini mencemaskan prospek usahanya ke depan. Krisis global yang menerjang, telah meruntuhkan daya serap pasar, akibatnya, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran menjadi konsekuensi logis demi menyelamatkan usahanya. Untuk itu, pengusaha mendesak pemerintah segera menerbitkan paket stimulus, baik berupa kemudahan perpajakan maupun fasilitas pendanaan.
Pengusaha baja yang tergabung dalam Indonesia Iron and Steel Industries Association (IISIA), misalnya, mendesak pemerintah menaikkan bea masuk (BM). Hal itu untuk membendung masuknya baja impor secara berlebihan. "Ini untuk melindungi industri baja dalam negeri, sehingga kita tidak perlu melakukan PHK," kata Ketua Umum IISIA, Fazwar Bujang, di Jakarta, Senin (17/11).
Fazwar dan pengusaha baja meminta BM pada sektor hulu baja yang berupa hot rolled coil (HRC) atau baja canai panas, dinaikkan dari maksimal 12,5 menjadi 25 persen.
Selain itu, pada sektor menengah berupa cold rolled coil (CRC) atau baja canai dingin dan sektor hilir, masing-masing diusulkan naik menjadi maksimal 35 persen. "Di Malaysia, BM maksimal 50 persen. Bahkan, importirnya diverifikasi terlebih dahulu. BM baja di Thailand 35-50 persen, dengan verifikasi sesuai standar," kata Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) itu.
Dia mencontohkan, Tiongkok sebagai produsen baja terbesar sudah menurunkan harga baja tanpa subsidi hingga di bawah harga internasional. Langkah itu ditambah dengan pengembalian pajak (tax rebate) sebesar 15-18 persen untuk pipa dan CRC, guna melindungi industri domestiknya. Sampai sekarang, pemerintah setempat telah melakukan 4-5 kali perubahan terhadap tax rebate atau kewajiban ekspor. Selain itu, Tiongkok telah menghapus pajak ekspor baja.
Dia juga meminta, selain memperketat impor, pemerintah hendaknya mendorong penyerapan konsumsi baja dalam negeri pada setiap proyek pemerintah.
Harapan adanya stimulus dari pemerintah juga disuarakan pengusaha kopi. Mereka meminta pemerintah memberi fasilitas kredit murah untuk mengatasi lesunya permintaan impor. "Untuk sementara ekspor dihentikan, menunggu perkembangan pasar untuk beberapa bulan ke depan," kata Sekjen Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia, Rohim Kartabrata, Selasa (18/11).
Secara terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, MS Hidayat mendorong pemerintah memberikan stimulus dalam wujud ketahanan energi, guna memperkuat perekonomian domestik.
Kadin menuntut pemerintah menurunkan harga solar, di samping premium, yang akan memberikan dampak yang luas bagi sektor UKM, meningkatkan produksi industri makanan dan minuman, serta mengurangi beban biaya transportasi barang produksi, sehingga menggerakkan sektor riil.
Senada dengan itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Soetrisno menilai, hingga saat ini janji pemerintah untuk membantu pengusaha mengatasi dampak krisis global belum terwujud.
Menyikapi desakan tersebut, ekonom Iwan Jaya Azis berpandangan, pemberian stimulus fiskal, termasuk penurunan tingkat suku bunga oleh bank sentral, mutlak dilakukan demi mendorong perkembangan sektor riil. Menurutnya, selain menekan laju inflasi, salah satu tujuan menaikkan tingkat suku bunga adalah menjaga nilai tukar, dengan harapan pemodal asing menjadi tertarik untuk berinvestasi melalui portofolio yang memberi imbal hasil lebih tinggi akibat faktor suku bunga.
"Namun, di tengah krisis finansial yang dialami seluruh negara, menjadi hal yang mustahil mengharapkan adanya aliran dana asing. Di sisi lain, tingkat bunga yang tinggi memukul sektor riil," kata Iwan.
Kondisi di Daerah
Sementara itu, pengusaha di Yogyakarta mulai mengajukan penangguhan pembayaran upah minimum provinsi Rp 700.000 per bulan. "Tahun lalu juga banyak perusahaan yang mengajukan keberatan dan kami tidak memaksakan. Kalau memang harus dilakukan penundaan ya tidak masalah. Tapi kalau mengada-ada ya itu masalah lain," ujar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Senin.
Dia mengakui, krisis finansial global mengakibatkan beban pengusaha juga bertambah, demikian halnya dengan masyarakat pekerja. "Yang penting jangan sampai ada kebijakan PHK. Kalaupun ada PHK, harus dibicarakan dengan berbagai pihak terkait, tidak boleh sepihak," katanya.
Selain permohonan penangguhan pelaksanaan UMP, pengusaha di Yogyakarta, terutama industri tekstil, bersiap mengurangi karyawan, akibat lesunya ekspor. "Saat ini ada 30 produk tekstil di DIY yang tujuan ekspornya adalah AS dan Uni Eropa. Kini nilai ekspor menurun. Pengusaha otomatis mengurangi produksi sehingga berdampak pada pengurangan jumlah karyawan," kata Ketua API DIY Jadin Jamaludin.
Ancaman PHK juga terjadi di Bengkulu, terutama di sektor tekstil dan industri tekstil. Hal itu karena lesunya permintaan.
Sementara itu, di Medan, setidaknya lima perusahaan yang berorientasi ekspor, terpaksa berhenti beroperasi, akibat dampak krisis global. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk Sumatera Utara Parlindungan Purba khawatir jumlah itu akan bertambah jika pemerintah tak segera membantu.
Dari Tangerang dilaporkan, belum ada laporan perusahaan yang berencana melakukan PHK massal. Menurut Ketua Apindo Kabupaten Tangerang, dampak krisis tampaknya masih dapat ditanggulangi pengusaha setempat. Kalaupun ada perusahaan mengurangi karyawan, masih dalam taraf wajar. [E-8/DLS/DMP/RRS/AHS/ 152/132/143/] SPD | |
|