Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Kurtubi: Turunkan Harga Solar untuk Cegah PHK Massal Mon Dec 01, 2008 9:17 am | |
| Kurtubi: Turunkan Harga Solar untuk Cegah PHK MassalPengamat perminyakan, Kurtubi (kanan) dan Wahyudin Yudiana Ardiwinata, mengucapkan sumpah sebagai saksi ahli sebelum menyampaikan keterangan kepada Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat tentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Pengambilan sumpah dilakukan rohaniwan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Abdul Gafur di Gedung Nusantara III DPR, Rabu (27/8). Senin, 1 Desember 2008 | 04:37 WIB- Kompas MERUJUK pada data alokasi penggunaan Bahan Bakar minyak (BBM) jenis solar, yang digunakan industri sangatlah kecil. Paling besar sekitar 10 persen. Sedangkan sisanya, sekitar 90 persen dipakai masyarakat luas dengan harga subsidi.
Mulai hari ini, pemerintah menurunkan harga solar untuk industri dengan menetapkan harga keenomian BBM nonsubsidi sebesar Rp Rp 5.763.000 per kilo liter atau Rp 5.763 per liter di wilayah pemasaran IV. Sedangkan harga solar di SPBU Rp 5.500 per liter. Berarti selisih dengan harga non subsidi yang dijual di SPBU hanya Rp 276 per liter.
Subsidi ini kecil, hanya seujung kuku. Mestinya pemerintah menurunkan harga premiun antara Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per liter, dan diikuti penurunan harga solar Rp 500 sampai 1.000 per liter.
Dengan penurunan harga solar, pemerintah memang masih menanggung biaya subsidi. Anggaplah subsidi Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun. Itu kecil sekali dibandingkan manfaat yang didapat masyarakat. Kalau solar disubsidi, efek gandanya bisa didapatkan sampai 10 kali lipat, misalnya mencegah PHK massal, mengurangi gejolak sosial, mengurangi penurunan daya beli masyarakat.
Penurunan harga solar untuk masyarakat luas yang biasa dipakai untuk angkutan umum seperti bus dan truk, serta para nelayan sangat dibutuhkan segera. Penurunan harga minyak di pasaran dunia ke level di bawah 50 dollar AS per barrel dari sebelumnya sempat ke level 147 dollar AS per barrel, mestinya menjadi momentum bagi pemerintah menurunkan harga solar bersubsidi. Kalau tidak, imbasnya akan semakin terasa apalagi diprediksi imbas krisis finansial akan semakin terasa awal tahun depan.
Beberapa kali pemerintah berdalih, menetapkan harga minyak dalma negeri lebih rendah dari pasaran internasional tidak baik. Alasannya, langkah itu akan justru akan memicu penyelundupan.
Pertama saya mau katakan, pemerintah dalam menetapkan harga minyak hendaknya menggunakan biaya pokok produksi, bukan patokan harga minyak mentah di Singapura (Mid Oil Platts Singapore = MOPS) atau berdasarkan bursa berjangka komoditi New York Mercantile Exchange atau NYMEX. Sebab dengan berpatokan pada biaya pokok produksi lebih murah karena menggunakan bahan baku khusus domestic market obligation (DMO).
DMO adalah jenis minyak dari perusahaan-perusahaan asing yang kualitasnya lebih rendah dari komoditas ekspor untuk pasaran internasional. Dengan bahan DMO, selisih biaya pokok produksi dalam negeri dibandingkan MOPS bisa sampai Rp 1.000.
Mengenai penyelundupan, kalau kondisi dulu, alasan itu ada benarnya. Saya rasa ada benarnya. Tetapi tidak boleh sepenuhnya memberi itu sebagai alasan untuk menekan. Tetapi kalau sekarang masih itu alasannya, bohong besar karena harga minya di luar negeri juga murah. Bahkan di Malaysia sudah turun sebanyak lima kali dalam bebrapa bulan ini. Kalaupun masih ada beda harga dalam negeri dengan luar negeri, sekarang hanya sedikit.
Dan kalau saat bersamaan penjgaan diperketat, insentif dengan menjual minyak ke luar negeri sangat murah bagi penyelundup. Ngapain menyelundupkan dengan menyabung nyawa, kalau untungnya kecil. Saat bersamaan permintaan minyak dari internasional dan pengusaha-pengusaha di negara tentangga sangat mini. Ini karena PDP negara maju negatif termasuk tetangga seperti Singapura, Malaysian, Filipina semua turun. Tidak ada keinginan mereka untuk membeli minyak selundupan, karena minyak di luar negeri sangat murah.
Bayangkan saja, saat ini hanya minyak di SPBU Amerika Serikat saja hanya sekitar 80 sen dollar AS atau sekitar Rp 5.000 per liter. Itu harga di mana perusahaan minyak sudah mendapat untuk dan negara sudah mengenakan pajak.
Dengan sasaran mendorong sektor riil yang sedang menghadapi krisis finansial global, mestinya pemerintah berani mengambil langkah tepat menurunkan harga solar. Dengan penurunan harga solar banyak warga masyarakat penghasilan kecil yang tertolong. Keluarga nelayan, misalnya.
Kalau setiap bulan bisa menghemat uang katakanlah Rp 50 ribu, sehingga si istri bisa membelikan susu untuk anaknya. Siklus selanjutnya sehingga warung di sekitarnya jalan, ritail di kampung jalan, kemudian di hulu membutuhkan produksi bergerak, lalu sisi produksi meningkatkan kapasitas, sehingga tidak terjadi terjadi PHK massa. Jumlah nelayan di seluruh Indonesia mungkin 5 juta orang. Belum lagi tukang ojek, dan truk, bus. Katakanlahakan ada subsisi sekitar Rp 5-6 triliun, multiplier 10 kali lipat, dan meredam gejolak sosial karena dampak PHK massal. (Dr Kurtubi,Pengamat Energi dan Perminyakan)
| |
|