Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Urgensi Stimulan Kebijakan di Tengah Krisis Mon Dec 01, 2008 4:20 pm | |
| Urgensi Stimulan Kebijakan di Tengah Krisis Oleh Mudrajad Kuncoro, Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika & Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Krisis keuangan global ternyata memberi pelajaran bahwa kapitalisme global terbukti rentan terhadap krisis. Ambruknya perusahaan-perusahaan besar dan global di Amerika Serikat (AS) dan Eropa menjadi headline semua media massa di dunia. Indeks harga saham gabungan dan nilai kurs ikut merosot drastis yang membuktikan contagion effect, dampak penularan krisis sangat cepat menjalar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia.
Apa beda dimensi krisis Asia pada 1998 dengan krisis keuangan global 2008? Dimensi krisis Indonesia tahun 1998 ternyata paling parah dibandingkan enam negara Asia lainnya. Demikian, catatan Bhanoji Rao dalam buku East Asian Economies: The Miracle, a Crisis and the Future (2001). Dalam menghadapi krisis mata uang dan naiknya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank dapat menyebabkan krisis keuangan. Liquidity crunch di satu sisi, pesimisme konsumen dan investor di sisi yang lain, dapat menyebabkan kontraksi investasi, yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran. Hal tersebut menyebabkan krisis sosial dan bahkan krisis politik. Singkatnya, 10 tahun lalu, Indonesia mengalami krisis total (kristal), tidak hanya krisis moneter.
Siapa paling terkena dampak krisis 1998? Pertama, perusahaan skala besar yang banyak bermain di pasar global untuk bermain valas, saham, obligasi, dan off-shore loans. Perbankan, pasar modal, dan properti terbukti yang paling menderita akibat krisis saat itu. Kedua, sektor publik yang banyak berutang luar negeri juga terkena dampak krisis. Ketiga, importir atau pelaku bisnis yang kandungan impor bahan baku/penolongnya tinggi.
Bagaimana dengan krisis keuangan global 2008? Latar belakang dan kronologis krisis keuangan global 2008 secara runtut dan gamblang telah diuraikan dalam buku Memahami Krisis Keuangan Global (2008) yang diterbitkan oleh tim Departemen Komunikasi dan Informatika RI.
Dampak krisis keuangan AS menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik dalam bentuk bangkrutnya bank/institusi keuangan/korporasi, meningkatnya inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, dan runtuhnya indeks bursa saham.
Di Indonesia, krisis keuangan global terbukti memporakporandakan pasar modal dan valas. IHSG anjlok dari
angka 2.830 menjadi 1.111, atau turun lebih dari 60%. Nilai kurs rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi cukup dramatis dari Rp 9.076 hingga sempat hampir menembus Rp 13.000.
Sejauh mana respons kebijakan pemerintah? Presiden Yudhoyono telah memberikan 10 arahan untuk mengantisipasi krisis keuangan global, yakni (1) memelihara momentum pertumbuhan; (2) optimalkan pasar domestik; (3) penanggulangan kemiskinan; (4) dunia usaha harus tetap bergerak; (5) tingkatkan nilai tambah produk RI agar lebih kompetitif; (6) kampanye konsumsi produk dalam negeri; (7) perkokoh kemitraan antara pemerintah, BI, perbankan dan dunia usaha; (8) hentikan sikap egosektoral; (9) hentikan politik partisan dalam menghadapi krisis global; (10) jalin komunikasi yang jujur dan bijak terhadap rakyat.
Bagi pelaku bisnis di sektor riil tampaknya dibutuhkan stimulan kebijakan yang lebih mendasar. Dalam konteks inilah, saya mengusulkan beberapa stimulan kebijakan, sebagai berikut:
Bersambung ke halaman 5
Bagi pelaku bisnis di sektor riil tampaknya dibutuhkan stimulan kebijakan yang lebih mendasar. Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran tampaknya akan dirasakan pada semester pertama 2009. Saat itu Indonesia sibuk menyelenggarakan pemilu untuk memilih wakil rakyat dan presiden. Dalam konteks inilah, saya mengusulkan beberapa stimulan kebijakan, sebagai berikut:
Pertama, perlunya insentif fiskal dan nonfiskal bagi industri yang berorientasi ekspor dan menyerap banyak tenaga kerja. Komoditas ekspor Indonesia mayoritas berbasis buruh murah dan sumber daya alam yang melimpah. Diturunkannya pajak ekspor dan bea masuk untuk bahan baku dan penolong yang masih diimpor dari luar negeri akan sangat membantu industri di Tanah Air.
Kedua, usulan untuk memberi stimulus bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) layak untuk diperhatikan. Beberapa stimulus yang mendesak adalah diturunkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor kapas maupun kapas dalam negeri, diturunkannya suku bunga untuk mendorong investasi, dan mempercepat restitusi pajak. UMKM sudah berperanan sebagai pencipta kesempatan kerja, penyumbang PDB, dan penghasil devisa selama ini, barangkali sudah saatnya mencanangkan UMKM sebagai "sektor prioritas". Tiongkok dan India secara aktif memberikan insentif dan dukungan kebijakan bagi pelaku bisnis tekstil dan produk tekstil (TPT) agar dapat meningkatkan pangsa pasar sebelum dicabutnya kuota TPT. Selain itu, perlu didukung adanya rescue program untuk sentra-sentra UMKM yang dalam kondisi "darurat" akibat gempa, lumpur panas, dan bencana alam lainnya.
Ketiga, menggarap alternatif pasar di luar AS dan Eropa secara lebih serius. Alternatif pasar tersebut adalah Timur Tengah, Tiongkok, dan India. Kunjungan saya ke Uni Emirat Arab baru-baru ini menunjukkan bahwa peluang ekspor Indonesia di negara dengan GNP per kapita lebih dari US$ 42.000 ini masih terbuka lebar untuk komoditas perhiasan, barang dari kulit, elektronika, mobil dan komponennya, serta garmen dan tekstil.
Keempat, Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI di luar negeri perlu difungsikan menjadi market intelligence. Peta peluang pasar dan informasi lingkungan industri di negara di mana pun perwakilan Indonesia berada perlu menjadi prioritas dan memiliki Pusat Informasi Pasar. Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di 11 negara, yang konon akan ditambah di 9 negara pada 2009, perlu dijadikan market outlet yang lebih besar dengan dana dan suplai produk-produk unggulan Indonesia dari semua daerah. Sinergi antara Departemen Luar Negeri, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Pemda, dan Kadin, perlu lebih diintensifkan untuk melakukan penetrasi produk dan pasar di kawasan Teluk maupun pasar-pasar yang prospektif lainnya. Dengan stimulan kebijakan seperti ini, semoga krisis keuangan global tidak menjadi krisis jilid kedua di Indonesia. Bersama kita bisa? u SPD | |
|